Bubar Jalan Reformasi PSSI

Penulis

Selasa, 15 Januari 2019 07:00 WIB

Seleksi Calon Sekretaris Jenderal PSSI Dimulai

TERBONGKARNYA skandal pengaturan pertandingan di Liga 2 Indonesia seakan-akan maklumat kepada dunia: sepak bola Indonesia kembali terbenam dalam "kubangan lumpur" lama.

Ironis. Praktik bejat itu justru terjadi setelah Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), November tahun lalu, menyematkan medali perunggu kategori kompetisi "terbaik" pada kompetisi Liga 1 Indonesia. Yang sangat menyesakkan, penyakit akut "kambuhan" ini terjadi saat kompetisi Indonesia mulai bangkit setelah vakum dua tahun akibat sanksi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Tidak kurang dari 3,1 juta penonton menyaksikan Liga 1 sepanjang musim lalubelum terhitung Liga 2 dan 3. Ini jumlah terbanyak di Asia Tenggara. Ternyata sebagian partai tak lebih dari "dagelan". Penonton yang membayar tiket sesungguhnya punya hak mengajukan class action untuk kerugian menonton pertandingan "pura-pura" yang melanggar hukum itu.

Peristiwa ini menandai gagalnya reformasi sepak bola Indonesia. Setelah lepas dari sanksi FIFA, banyak orang berharap kepengurusan baru Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sejak November 2016, di bawah komando Jenderal Edy Rahmayadi, menjalankan reformasi total. Ini selaras dengan dua prinsip FIFA, yakni memerangi rasisme dan menjunjung tinggi fair play. Bayangkan, sejak 1995, tidak kurang dari 70 penonton kita tewas akibat kekerasan antarsuporter. Suap dan pengaturan skor merajalela.

Ternyata, dua pekerjaan besar itu tidak jalan di tangan pengurus baru PSSI. Belum lama ini, seorang suporter Persija Jakarta tewas dikeroyok pendukung Persib Bandung. Pengaturan pertandingan di Liga 2 menunjukkan reformasi sepak bola Indonesia yang disokong penuh pemerintah takluk di bawah kepentingan pemilik klub, pemimpin daerah, dan mungkin mafia judi. Selain prestasi lumayan tim-tim junior, tak ada catatan bagus dari kepengurusan Edy yang sekarang malah menjabat Gubernur Sumatera Utara itu.

Kepengurusan PSSI kelihatan keropos. Itu ditandai keterlibatan tiga anggota Komite Eksekutif, juga seorang anggota Komite Disiplin, dalam kasus Liga 2. Satu dari tiga anggota Komite Eksekutif itu, Johar Lin Eng, telah dijadikan tersangka oleh Satuan Tugas Antimafia Bola Markas Besar Kepolisian RI. Komite Eksekutif berkedudukan sangat strategis di tubuh PSSI. Dua belas anggota Komite Eksekutif, plus suara klub dan asosiasi provinsi, bahkan bisa mendesakkan kongres luar biasa untuk melengserkan ketua umum.

Advertising
Advertising

Menindak anggota Komite Eksekutif jelas perlu dilakukan mengingat suap dan pengaturan pertandingan merupakan tindak pidana. Sambil menunggu proses hukum berjalan, para pemilik suara di PSSI bisa segera mengusulkan kongres dengan agenda pemilihan anggota Komite Eksekutif menggantikan anggota lama yang terindikasi terlibat suap dan pengaturan pertandingan. Kesempatan itu terbuka karena pekan depan PSSI akan menggelar kongres tahunan di Bali. Kongres itu setidaknya mesti menghasilkan langkah-langkah memberantas mafia sepak bola Indonesia.

Tentu saja Ketua Umum PSSI perlu memberikan pertanggungjawaban atas kasus ini. Centang-perenang di tubuh PSSI tak lepas dari ketidakmampuan Edy mengurus organisasi. Sejak dia terpilih dua tahun silam, belum terasa ada perubahan berarti di PSSI. Selepas dilantik sebagai ketua umum, fokus perhatian Edy terbagi dengan aktivitas kampanye merebut kursi Gubernur Sumatera Utara.

Selain kinerja yang sama sekali tidak mengkilap, banyak celah dalam kepemimpinan Edy. Dia memegang tiga jabatan sekaligus: Komisaris Utama PSMS Medan, Ketua Umum PSSI, dan Gubernur Sumatera Utara. Rangkap jabatan ini jelas melanggar aturan. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional tegas mengatur larangan pejabat struktural dan publik menjadi pengurus komite olahraga nasional.

Masa depan sepak bola Indonesia sebagian bergantung pada kecakapan dan keseriusan Ketua Umum PSSI. Menjalankan roda kepemimpinan PSSI dari Medan, yang terpisah jauh dari kantor pusat PSSI di Jakarta, membuat kepemimpinan Edy tidak efektif dan boros lantaran biaya transportasi yang besar. Pencapaian target kerja PSSI bisa terganggu.

Indonesia menyimpan ambisi besar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 bersama negara ASEAN lain. Tapi, jangankan di Piala Dunia, di Asia saja peringkat Indonesia masih jauh di bawah. Dalam Piala Asia AFC yang sedang berlangsung di Uni Emirat Arab, Indonesia tidak ada di antara 24 kesebelasan Asia yang berlaga. Sedangkan Thailand dan Filipina serta Vietnam ikut lolos ke putaran final kejuaraan itu.

Tanpa perombakan radikal di tubuh PSSI, mimpi ke pentas dunia itu mustahil tercapai. Merancang roadmap ke Piala Dunia itu membutuhkan pemimpin yang berfokus dan manajemen excellent. Dengan prestasi yang dia tunjukkan, juga kesibukannya sebagai gubernur, tampaknya Edy Rahmayadi bukan lagi figur yang cocok untuk PSSI.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya