Neraka

Rabu, 16 Januari 2019 07:00 WIB

Banyak gambar dan tulisan yang kita lihat di bagian belakang truk yang lewat yang kocak, yang erotis, yang alim, yang main-main. Tapi ada satu yang istimewa yang saya lihat fotonya.

Isinya sederet kalimat dalam bahasa Jawa (dengan ejaan yang salah yang saya perbaiki):

POLOS DIBULLY

APIK DISINDIRI

ELEK DIRASANI

Advertising
Advertising

KABEH DICACATI

JANE LAHIRMU

DIAZANI

OPO DIPISUHI

Kalimat itu tampaknya ditujukan kepada orang yang hanya bisa melihat yang negatif pada orang lain. Ia merisak orang yang "polos", innocent. Ia menyindir orang yang berbuat baik. Ia mencemooh yang buruk. Tak ada yang tak dicela.

Sepotong pertanyaan kemudian ditulis di ujung: "Sebenarnya, ketika kamu lahir, orang tuamu mengucapkan Allahu Akbar atau memaki"?

Saya ingat, ketika anak saya lahir, saya bisikkan azan ke kupingnya. Saya tak berharap bayi itu mendengaratau "Allahu Akbar" itu akan membekas dalam kesadarannya yang dini. Saya hanya ingin menyatakan bahwa kedatangannya menakjubkan tapi juga membuat saya miris. Di saat itu, saya merasa ada sesuatu (meskipun kata "sesuatu" di sini tak tepat) yang begitu dahsyat, begitu misterius, yang membayangi.

Dari mana si bayi dan kehidupan datang? Apa nasib yang menantinya?

Saya pernah kenal sepatah kata dari kalangan sufi, khususnya dalam kitab-kitab Ibnu ‘Arabi: "tajalli". Saya bukan pengikut tasawuf, tapi saya merasa, pada tiap saat kelahiran bayi, Tuhan yang Maha-Agung sejenak "menyatakan diri" (tajalla) dalam alam yang terbatas. Semacam isyarat.

Memang, kemudian ilmu-ilmu menjelaskan bagaimana ovum dibuahi dan seterusnya, tapi saya tak bisa menafikan apa yang terasa ajaib menyaksikan bayi di hari pertama hidupnya.

Saya bukan Jakub dalam novel Milan Kundera, Farewell Waltz. Ia bekas tahanan politik di Cekoslovakia yang pernah bersiap dengan pil bunuh diri jika harapan tak ada lagi. Bagi Jakub, memutuskan untuk punya anak berarti meyakini hidup "begitu bagus dan layak diduplikasi", sementara ia tak 100 persen percaya "manusia adalah makhluk yang menakjubkan dan aku ingin mereproduksinya".

Ya, saya bukan Jakub. Bagi saya bayi bukanlah "reproduksi". Bayi, ibarat sebuah sajak baru, bukan pengulangan. Sang ibu menjalani partus dengan sakit, gawat antara kecemasan dan harapan, genting antara hidup dan kematian.

Tapi Jakub tak sendiri. Tampaknya ada orang-orang yang menganggap kelahiran hanya duplikasi dan manusia membosankan: merekapara mata muramyang selalu melihat buruk orang lain.

Bagi mata muram itu, tiap kelahiran berarti datangnya seorang lain yang sia-sia. Hidup dengan oknum seperti itu seperti tinggal di neraka. "Neraka, itulah orang-orang lain."

L’enfer, c’est les autres. Kalimat itu, pernah terkenal, diucapkan dalam lakon Sartre, Huis Clos ("Pintu Tertutup"). Yang mengucapkannya Garcin, salah satu dari tiga tokoh yang dalam lakon ini bersama-sama dihukum di neraka.

Tapi neraka itu sebuah kamar tanpa pintu keluar. Di sana Garcin, Inez, dan Estella harus bersama, dan selama itu mereka saling berdusta, berpura-pura, bernafsu, kecewa, marah, danbersitegangsama sekali tak bersahabatdan tak bisa meniadakan orang yang tak disukai.

Bagi Sartre (yang tak percaya akhirat), seperti itu pula hidup di dunia. Manusia tatap-menatap. Tiap tatapan mengenali, dan kenal berarti berpegang pada satu identitas, dengan memberinya label dan nama. Tiap tatapan menilai, diutarakan atau tidak. Yang ditatap pun jadi obyek: dicap dan ditimbang. Dan jika kita sadari bahwa manusia adalah makhluk yang terus-menerus merasa ditatap (juga dalam mimpi), ketegangan dan kecemasan "aku-jadi-obyek" membuat hidup tak bisa disyukuri.

Mungkin itulah ressentiment: sikap memandang orang lain dengan getir. Perbedaan berarti kalah atau menang. Yang merasa kalah pun merasa jadi korbandan sebagai kompensasinya, mengangkat korban, yakni diri sendiri, sebagai golongan suci.

Dari sana mereka menatap dunia: hanya najis. Buruk sangka, paranoia, cemburu, dan dengki membentuk cara mereka melihat apa saja.

POLOS DIBULLY

APIK DISINDIRI

ELEK DIRASANI

KABEH DICACATI

Dari sanalah agaknya kebencian bermula, yang hari-hari ini berkelindan dengan politik. Saya tak yakin, politiklah yang memprodusir kebencian. Saya lebih yakin kebencian itulah yang mencari mangsanya dengan politik. Hari-hari ini nyaring kata-kata Simonini, tokoh yang keji dan julig dalam novel Pekuburan Praha Umberto Eco: "Odi ergo sum. Aku membenci maka aku ada."

Membenci manusia lain sama dengan memasungnya untuk dimaki dan dihajar. Tapi niscayakah kebencian itu, dan haruskah "neraka adalah orang lain"?

Saya kira tidak. Ada suara azan pada datangnya manusia: melihat, selintas, bayang-bayang yang Maha-Akbar di tiap wajahdan di "wajah" itu, dalam "diri" itu, tersimpan misteri yang tak bisa disimpulkan secara sewenang-wenang.

Saya dapatkan terjemahan kata-kata Ibnu ‘Arabi dalam Futûhât al-Makkiyya:

Diri adalah samudra tanpa pantai. Kita tak akan habis-habisnya merenungkannya di dunia ini dan kelak, sebab ia adalah tanda terdekat, dalil dari Tuhanmu….

Goenawan Mohamad

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya