Isu Ras dan Islam di Negeri Jiran

Jumat, 11 Januari 2019 07:30 WIB

Peserta pawai Anti-ICERD menggelar Salat Dzuhur berjamaah di Sogo, Kuala Lumpur, 8 Desember 2018.[Malay Mail]

Ahmad Sahidah
Dosen Senior Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia

Ratusan ribu demonstran berbaju putih berkumpul di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia, pertengahan Desember lalu. Mereka memprotes Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras (ICERD). Meskipun pemerintah Malaysia telah membatalkan rencana ratifikasi konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa itu, kelompok oposisi tetap turun ke jalan. Ibu kota dibanjiri demonstran yang mengganti unjuk rasa penolakan dengan syukuran.

Unjuk rasa terbesar setelah pemerintahan baru terbentuk berkat kemenangan Pakatan Harapan pada 9 Mei ini adalah bukti bahwa konsolidasi oposisi sedang bekerja. Dengan dimotori partai terbesar etnis dan agama, Organisasi Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam se-Malaysia (PAS), demonstrasi ini menunjukkan bahwa rakyat tidak sepenuhnya mendukung rezim baru. Dengan alasan ICERD mengancam kedudukan istimewa Melayu, pribumi, dan Islam, mereka menolak pembahasan ratifikasi konvensi itu di parlemen.

Mantan perdana menteri Najib Razak, yang turut serta dalam unjuk rasa ini, menyatakan bahwa aksi damai ini bukan untuk menunjukkan superioritas etnis. Namun pernyataan itu bersifat primordial. Wakil Presiden UMNO Mohamad Hasan menegaskan bahwa umat Islam harus bersatu jika mau mengembalikan marwah agama dan bangsa. Dengan persatuan UMNO dan PAS, mereka bisa melakukan apa saja untuk menegakkan kehormatan.

Dengan dalih demokrasi, Abdul Hadi Awang, pemimpin PAS, akan mengerahkan jutaan pendukungnya turun ke jalan menolak pengesahan ICERD. Konvensi ini dianggap mengancam kedudukan istimewa Melayu dan bumiputra yang telah diterakan dalam konstitusi sebagai kontrak sosial. ICERD dilihat sebagai agenda Barat yang lebih menghormati binatang daripada manusia. Jelas, dua retorika ini memainkan emosi primordial dan menarik benang merah antara jati diri khas dan musuh yang nyata: partai berkuasa adalah kepanjangan dari kepentingan Barat.

Advertising
Advertising

Sejatinya, dua hujah tersebut bermasalah. Pemerintah, yang ingin mendorong ratifikasi, dikuasai oleh muslim Melayu. Pasal dalam konstitusi yang terkait dengan kedudukan Melayu belum diamendemen dan sistem demokrasi monarki masih dipertahankan. Meskipun ICERD diratifikasi, negara bersangkutan tidak secara otomatis harus mengubah undang-undang dasar. Apalagi tuduhan bahwa kehormatan Islam dinistakan mengada-ada, karena Anwar Ibrahim, pemimpin koalisi pemerintah Pakatan Rakyat, dikenal sebagai politikus muslim moderat yang berkawan rapat dengan Yusuf al-Qaradawi, Ketua Ulama Muslim Dunia.

Anwar gigih mengusung ide ratifikasi dan mengusulkan hal tersebut dibahas di parlemen. Meskipun ide itu ditolak oleh Ketua DPR, ikon reformasi ini berharap semua pihak bisa duduk bersama untuk berbicara secara terbuka. Dari 52 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), hanya Malaysia dan Brunei yang belum meratifikasi ICERD. Dalam pidato di New York pada 28 September 2018, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menegaskan bahwa pemerintah akan mengesahkan beberapa resolusi terkait dengan hak asasi manusia.

Jadi, isu penolakan ICERD sejatinya berkaitan dengan kehendak oposisi untuk menegaskan ideologi politik yang didasari sentimen etnis dan emosi keagamaan. Dengan modal ini, tentu mereka bisa mengekalkan dukungan konstituen tradisional dan menarik pemilih mengambang pada pemilihan umum yang akan datang. Selama unjuk rasa, aroma politik partisan begitu kuat, alih-alih secara jujur menyatakan pembelaan terhadap umat. Bahkan doa penutup aksi, yang berupa permohonan agar Pakatan Harapan segera tumbang, dengan jelas menunjukkan politik elektoral yang kuat.

Perseteruan ini perlu dikelola dengan baik, mengingat potensi konflik horizontal bisa mencuat. Setelah kontroversi perobohan kuil Hindu yang memakan korban, isu ICERD bisa mendorong muslim merapatkan barisan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah korban dari ketidakberdayaan pemerintah mengatasi hubungan antar-agama dengan adil. Isu agama tidak bisa dilihat dari logika semata-mata, tapi juga perasaan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya