Inkonsistensi Badan Pengawas Pemilu

Penulis

Jumat, 28 Desember 2018 07:00 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang saat ditemui di ruangannya, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 6 April 2017. Oesman terpilih sebagai ketua menggantikan Mohammad Saleh yang habis masa jabatannya. TEMPO/Ahmad Faiz

SEHARUSNYA Badan Pengawas Pemilihan Umum menolak aduan Oesman Sapta Odang mengenai keputusan Komisi Pemilihan Umum. Bukan hanya karena Badan Pengawas telah menolak gugatan serupa sebelumnya, memeriksa anggota Komisi Pemilihan atas aduan itu juga mencederai demokrasi.

Pengaduan Oesman berawal dari keputusan Komisi Pemilihan mencoret namanya sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam pemilihan tahun depan. Penyelenggara pemilu ini sesungguhnya hanya menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai menjadi calon anggota DPD. Oesman adalah Ketua Umum Partai Hanura.

Dasar putusan MK tersebut adalah semangat bikameral lembaga-lembaga perwakilan. Seiring dengan berkurangnya peran Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai hasil reformasi 1998, Dewan Perwakilan Rakyat, yang berisi wakil-wakil partai, punya hak sangat luas untuk mengontrol pemerintah. Adapun DPD merupakan lembaga perwakilan yang lain untuk menampung aspirasi daerah. Maka, tak sepatutnya anggota DPD merangkap sebagai pengurus partai.

Tak hanya mencoret nama Oesman sebagai calon anggota DPD, Komisi Pemilihan Umum juga mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap calon anggota DPD mundur dari kepengurusan partai. Oesman telah memenangi uji materi atas aturan ini di Mahkamah Agung. Pertimbangan MA adalah putusan MK tersebut tak berlaku surut.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pun memakai pertimbangan serupa ketika memenangkan gugatan Oesman atas pencoretan namanya. Artinya, Oesman dianggap tetap bisa menjadi calon anggota DPD kendati mengurus partai. Berbekal dua putusan itu, Oesman mengadukan Komisi Pemilihan kepada Bawaslu.

Advertising
Advertising

Dalam sidang adjudikasi pada pertengahan Oktober itu, Bawaslu berpihak kepada Komisi Pemilihan dengan menolak gugatan Oesman. Maka, menjadi janggal jika kini mereka menerima aduan serupa dan bersedia memeriksa anggota Komisi Pemilihan. Langkah Komisi sudah tepat karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat dan berlaku efektif sejak dibacakan, tanpa harus menunggu revisi Undang-Undang Pemilu.

Dalih bahwa putusan MK tidak berlaku surut amat mengada-ada, karena putusan itu dikeluarkan jauh sebelum Komisi Pemilihan mengesahkan daftar tetap calon anggota DPD. Hakim konstitusi membacakan putusan nomor 30/PUU-XVI/2018 itu pada 23 Juli 2018. Sedangkan Komisi Pemilihan mengeluarkan daftar tetap calon anggota DPD tersebut pada 20 September 2018 atau sekitar dua bulan sesudah putusan MK.

Keanehan putusan PTUN dan putusan MA merupakan masalah serius yang merusak sistem hukum kita. Perlu terobosan hukum untuk meluruskan hal ini. Adapun keputusan Komisi Pemilihan yang mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi layak didukung. Jika tidak mengikuti putusan MK, Komisi Pemilihan justru akan dinilai melanggar undang-undang, bahkan konstitusi. ***

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya