Darurat Intoleransi

Penulis

Senin, 24 Desember 2018 07:00 WIB

Sri Sultan Hamengkubuwono X (tengah), berikan sambutan atas logo baru Jogja istimewa di kompleks kantor Gubernur DI. Yogyakarta, 5 Februari 2015. Logo baru Jogja, digagas oleh tim 11 yang berisi relawan, akademisi dan budayawan. TEMPO/Suryo Wibowo

Insiden pemotongan nisan salib di permakaman umum Jambon, di Kotagede, Yogyakarta, awal pekan lalu, seharusnya tidak terjadi jika warga di sana bersikap lebih toleran terhadap sesamanya yang berbeda keyakinan. Sesuai dengan konstitusi, mendiang Albertus Selamet Sugihardi berhak mendapat prosesi pemakaman yang sesuai dengan agama Katolik yang dianutnya.

Tak hanya salib yang dipotong, doa bersama di rumah mendiang pun tak bisa digelar karena warga kampung yang mayoritas muslim merasa keberatan. Kesepakatan antarwarga yang menjadi dalih pemotongan salib dan pelarangan doa jelas tak bisa jadi alasan. Apalagi ada indikasi istri almarhum, Maria Sutris Winarni, berada dalam tekanan ketika meneken kesepakatan.

Permintaan maaf Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, kepada keluarga mendiang Albertus sudah benar, meski tak memadai. Penyesalan itu harus ditindaklanjuti dengan kebijakan dan program nyata. Sebagai kepala daerah, Sultan harus menjelaskan apa antisipasi pemerintah untuk memastikan aksi-aksi intoleran semacam itu tak terjadi lagi di wilayahnya.

Aksi intoleran di Yogyakarta ini bukan yang pertama. Pada awal Februari lalu, seorang pria bersenjata tajam membubarkan misa pagi di Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta. Setelah melukai umat yang sedang berdoa, dia menghancurkan patung Yesus dan Bunda Maria yang ada di mimbar.

Sebelumnya, pada Januari, bakti sosial yang digelar Gereja Santo Paulus di Banguntapan, Bantul, dibatalkan karena protes warga. Puluhan orang dari Front Jihad Islam (FJI), Forum Umat Islam (FUI), dan Majelis Mujahidin Indonesia menuding bakti sosial itu sebagai upaya Kristenisasi. Kita juga masih ingat, seorang camat di Pajangan, Bantul, sempat ditolak warga karena beragama Kristen.

Advertising
Advertising

Tak mengherankan jika Setara Institute dan Wahid Foundation, dua lembaga yang memantau gejala intoleransi di Indonesia, menilai Yogyakarta kini kian meninggalkan kebinekaan. Posisi Yogya selalu rendah dalam indeks kota toleran (IKT) yang dibuat Setara. Negara tak hanya lemah dalam melindungi warga Kristen dan Katolik, tapi juga tak berdaya membela pemeluk Ahmadiyah, Syiah, aktivis gerakan perempuan, sampai aktivis kiri, yang kerap diganggu kaum Islam konservatif.

Yang memprihatinkan, gejala serupa terjadi di seluruh Indonesia. Peminggiran atas hak kaum minoritas kian sering terjadi, tanpa perlindungan yang konkret dari aparat penegak hukum. Langkah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meluncurkan aplikasi online untuk memantau aliran keagamaan yang "menyimpang" pada November lalu mencerminkan tak tegasnya posisi pemerintah soal keberagaman keyakinan di negeri ini.

Undang-Undang Dasar 1945 jelas menjamin hak setiap warga negara untuk memiliki keyakinan dan agamanya masing-masing. Para pendiri negara ini juga tak merancang Indonesia sebagai negara agama. Namun apa yang terjadi beberapa tahun terakhir kian jauh dari prinsip itu. Insiden pemotongan salib di Yogyakarta pekan lalu adalah cermin wajah Indonesia hari-hari ini.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya