Budi Pego Layak Bebas

Penulis

Jumat, 14 Desember 2018 07:30 WIB

Aktivis penolak tambang emas di Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego, divonis 10 bulan penjara karena dianggap menyebarkan komunisme. TEMPO/Ika Ningtyas

Putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman Heri Budiawan alias Budi Pego menjadi 4 tahun penjara amat disesalkan. Aktivis lingkungan hidup ini dijerat dengan tuduhan yang tampak mengada-ada: menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme, atau Leninisme. Hukum terkesan disalahgunakan untuk membungkam ekspresi dan aspirasi masyarakat.

Aktivitas Budi yang melatarbelakangi tuduhan itu jauh sekali dari upaya menyebarkan paham terlarang. Ia hanya terlibat demonstrasi mempersoalkan izin tambang PT Bumi Sukses Indo di Gunungsalak, Banyuwangi, awal April tahun lalu. Saat itulah aparat keamanan mengklaim menemukan spanduk bergambar palu-arit yang kemudian dijadikan bukti untuk menjebloskan Budi ke penjara.

Budi semula divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi pada awal tahun ini. Ia dinyatakan bersalah melakukan kejahatan terhadap keamanan negara sesuai dengan Pasal 107a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan yang kemudian dikuatkan oleh pengadilan banding ini amat lemah karena dalam persidangan tidak ada bukti spanduk palu-arit-lambang yang dahulu dipakai oleh Partai Komunis Indonesia. Empat spanduk putih yang dijadikan bukti hanya berisi tulisan berkaitan dengan protes izin tambang.

Anehnya, majelis kasasi justru memperberat hukuman terdakwa pada pertengahan bulan lalu. Budi, yang kini harus menghadapi proses eksekusi putusan kasasi, bahkan tidak mendapat pemotongan masa tahanan. Hakim kasasi seharusnya lebih jeli memeriksa substansi perkara. Harus dicermati, misalnya, apakah terdakwa benar-benar memiliki kapasitas untuk menyebarkan paham terlarang.

Untuk menjerat terdakwa, harus dibuktikan pula adanya unsur kesengajaan "menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme". Dalam persidangan kasus Budi, jelas tidak terungkap adanya niat (mens rea) terdakwa melakukan kejahatan yang dituduhkan. Pengabaian unsur ini semakin menimbulkan kesan bahwa peradilan telah sewenang-wenang menerapkan delik keamanan negara yang disisipkan ke KUHP lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 itu.

Advertising
Advertising

Kasus Budi kian memperlihatkan tren buruk dunia peradilan kita: menggunakan instrumen pidana untuk memenjarakan aktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Cara seperti ini amat berbahaya karena mencederai kebebasan berpendapat. Protes terhadap izin tambang di Banyuwangi pun terbungkam. Padahal proses penambangan ini berpotensi merusak lingkungan hidup dan mengabaikan hak-hak masyarakat setempat.

Mahkamah Agung masih memiliki kesempatan untuk mengoreksi putusan yang serampangan itu lewat peninjauan kembali yang akan diajukan Budi. Sebagai benteng terakhir keadilan, Mahkamah harus memastikan peradilan kita hanya menghukum seseorang yang benar-benar terbukti bersalah melakukan suatu kejahatan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya