Darurat Korupsi Kepala Daerah

Penulis

Bawono Kumoro

Kamis, 13 Desember 2018 07:00 WIB

Ilustrasi Narapidana kasus korupsi. TEMPO/Imam Sukamto

Bawono Kumoro
Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan The Habibie Center

Tahun 2018 menjadi tahun tidak biasa bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Hingga November, sebanyak 20 kepala daerah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang terbaru adalah OTT terhadap Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu. Remigo diduga menerima suap Rp 550 juta terkait dengan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Pakpak Bharat.

Tidak dapat dimungkiri, kontestasi elektoral (pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum) sering diwarnai berbagai macam persoalan hukum, terutama korupsi. Sejumlah kasus yang tengah ditangani KPK memiliki keterkaitan dengan kontestasi elektoral. Data menunjukkan jumlah kepala daerah yang terjaring OTT KPK tahun ini paling besar (20 kepala daerah per November 2018). Adapun pada 2017 sebanyak tujuh kepala daerah, sementara 2016 empat kepala daerah.

Secara umum, celah potensi korupsi politik dalam pemilu legislatif ataupun pemilihan presiden tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di pilkada. Memenangi kontestasi elektoral langsung bukan hal mudah. Visi-misi baik, rekam jejak bagus, serta program yang memukau tidak cukup menjadi modal untuk memenangi kontestasi.

Paling tidak, ada lima tahapan akan dilalui setiap kandidat yang memerlukan pendanaan cukup besar: membuat dan memasang alat peraga kampanye; tiket pencalonan dari partai politik; biaya kampanye; pendanaan saksi di tempat pemungutan suara; serta pengawalan sengketa di Mahkamah Konstitusi.

Advertising
Advertising

Lantas, bagaimana pendanaan politik itu dapat diperoleh secara ilegal? Paling tidak, menurut hemat penulis, terdapat lima pos anggaran dan kebijakan yang rawan disalahgunakan. Pertama, pemberian izin usaha. Para kepala daerah kerap memperdagangkan wewenang untuk memperjualbelikan izin usaha. Kasus dugaan suap terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk pengurusan perizinan pembangunan Meikarta menjadi contoh paling aktual.

Kedua, hibah dan bantuan sosial. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 memberikan wewenang terlalu besar kepada kepala daerah dalam memutuskan pemberian hibah dan bantuan sosial.

Ketiga, dana desa. Perlu menjadi kewaspadaan bersama bahwa pada 2019, yang bertepatan dengan tahun pelaksanaan pemilu, jumlah dana desa yang digulirkan pemerintah pusat mengalami kenaikan. Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan, anggaran dana desa tahun depan naik menjadi Rp 70 triliun. Ketika pertama kali diluncurkan pada 2015, alokasi dana desa sebesar Rp 20,67 triliun (Tempo.co, 2018).

Keempat, jual-beli jabatan. Jabatan seperti kepala dinas merupakan jabatan strategis di lingkungan pemerintah daerah. Praktik jual-beli jabatan kepala dinas sering terjadi berdekatan dengan pelaksanaan pilkada, sebagaimana dilakukan Bupati Jombang Nyono Suharli terhadap pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan pada Februari lalu. Kelima, pengadaan barang dan jasa. Meskipun pengadaan barang dan jasa telah dilakukan secara terbuka, korupsi masih saja terjadi.

Harus diakui bahwa demokrasi di Indonesia masih dinodai korupsi. Persoalan keuangan partai politik dan dana kampanye menjadi salah satu faktor pendorong elite politik (kepala daerah atau legislator) melakukan korupsi. Masalah itu berpotensi kembali terulang pada masa mendatang.

Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Pemilu belum mampu menjawab persoalan integritas pilkada. Pengaturan dan mekanisme sanksi di kedua regulasi tersebut belum berubah secara signifikan. Kerangka hukum bagi pelaksanaan pilkada dan pemilu selama ini belum mampu memberikan jaminan yang memadai bagi kehadiran sebuah pemilu demokratis dan melindungi kemurnian hak pilih warga.

Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 memiliki semangat dan saling bertolak belakang. Di satu sisi, ada subsidi melalui anggaran negara bagi pengadaan iklan dan alat peraga. Di sisi lain, terbuka peluang kandidat menerima sumbangan dana lebih besar.

Menuding sistem pemilihan langsung sebagai biang keladi perilaku korup para elite politik sehingga harus kembali ke pemilihan tidak langsung (melalui legislatif) merupakan bentuk kesesatan berpikir. Keberadaan pemilihan langsung memang berkontribusi bagi kemunculan perilaku korup tersebut, tapi itu bukan faktor tunggal penentu.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya