Keadilan dalam Kepastian Hukum

Penulis

Andi Hamzah

Rabu, 12 Desember 2018 07:00 WIB

Baiq Nuril. ANTARA

Andi Hamzah
Pakar Hukum Pidana

Bahaya paling besar yang dapat mengancam stabilitas nasional adalah apabila masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap upaya penegakan hukum, yang tak mampu menghadirkan rasa ke-adilan dan keseimbangan keadilan di hati masyarakat. Potret yang merisaukan masih saja tampak di depan mata kita, yakni begitu seringnya penegakan hukum justru dilakukan dengan cara-cara yang melanggar asas dan aturan hukum.

Contoh yang mutakhir adalah kasus Baiq Nuril, guru di Mataram. Mahkamah Agung menerima permohonan jaksa dan menghukum Nuril enam bulan penjara. Padahal putusan Pengadilan Negeri adalah bebas dari dakwaan. Hal ini jelas melanggar Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan, "Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas."

Artinya, putusan bebas tak boleh digugat ke tingkat kasasi. Jadi, putusan MA ini melanggar kepastian hukum dan langsung menjadi putusan yang tidak adil. Kondisi semacam inilah yang sering kita temukan dalam penanganan berbagai kasus, terlebih kasus-kasus yang sarat dengan muatan politik.

Salah satu kasus semacam ini, yang hingga sekarang masih tampak kontroversial di mata masyarakat, adalah kasus mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman. Ia dihukum 4 tahun 6 bulan ditambah pencabutan hak politik selama tiga tahun karena dianggap menerima suap dan memperdagangkan pengaruh.

Advertising
Advertising

Ulasan ini tidak bermaksud "mengadili" putusan pengadilan karena putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Tulisan ini bertujuan memberikan bahan perenungan tentang penegakan hukum yang belum mampu menghadirkan rasa keadilan dan keseimbangan.

Ada beberapa catatan saya tentang penanganan kasus ini. Pertama, majelis hakim menerapkan Pasal 12 huruf b sebagai dakwaan primer dengan tuduhan bahwa Irman menerima suap. Padahal Ketua DPD sama sekali tidak memiliki kewenangan dan kewajiban dalam jabatannya yang berhubungan dengan urusan impor dan distribusi gula. Ini bukan kewenangan DPD, tapi Badan Urusan Logistik.

Kedua, peristiwa Irman menerima pemberian dari seorang saudagar gula asal Sumatera Barat sebesar Rp 100 juta itu lebih tepat dikategorikan sebagai peristiwa yang mengarah pada hadiah atau gratifikasi, dan semestinya Irman diberi kebebasan untuk melaporkan pemberian itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tempo 30 hari setelah kejadian. Istilah "gratifikasi" sendiri bukanlah pelanggaran hukum. Gratifikasi yang melanggar ketentuan hukumlah yang bisa dipidana.

Ketiga, KPK sudah menyadap Irman selama berbulan-bulan, tapi sama sekali tidak melakukan upaya pencegahan. Tugas mulia penegak hukum bukan mencari-cari kesalahan, melainkan mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Penegak hukum bukanlah "tukang-tukang hukum", melainkan pengawal ketaatan hukum dan pencipta rasa keadilan.

Keempat, Irman dituduh memperdagangkan pengaruhnya kepada Bulog untuk menguntungkan dirinya dan si pemberi gratifikasi itu. Ini lebih aneh lagi karena tindakan perdagangan pengaruh itu sendiri belum dimasukkan ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau undang-undang lain.

Kelima, hakim juga memutus perkara Irman dengan memberikan hu-kuman tambahan berupa pencabutan hak politiknya selama tiga tahun, padahal ini tidak didakwakan jaksa. Di sini hakim terkesan kurang membaca Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, yang mengharuskan hakim menggali semua fakta dan aspek suatu perkara demi menghadirkan keadilan dalam kepastian hukum.

Keenam, penggunaan istilah operasi tangkap tangan perlu diluruskan. Istilah "tertangkap tangan" sama dengan "tertangkap basah". Kalau seseorang disadap berbulan-bulan lalu ditangkap, itu bukan tertangkap tangan, melainkan pengintaian dan penjebakan. Celakanya, ini diperbolehkan dalam sistem yang berlaku. Padahal di sinilah tempat penegak hukum bisa melakukan pencegahan agar pelanggaran hukum tidak sampai terjadi.

Kepastian hukum dan keadilan harus dilihat sebagai dua sisi yang tak dapat dipisahkan dari satu koin yang utuh. Sebab, keadilan mesti menjadi tujuan utama dari kepastian hukum. Selain itu, keadilan sendiri tak akan bisa ditemukan apabila tak dibangun dalam kebenaran dan kejujuran dalam penerapan hukum.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya