Investigasi Independen untuk Papua

Penulis

Kamis, 6 Desember 2018 07:35 WIB

Prajurit TNI bersiap menaiki helikopter menuju Nduga di Wamena, Papua, Rabu, 5 Desember 2018. Presiden Jokowi menginstruksikan kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian agar menangkap pelaku penembakan pekerja jalan Trans Papua. ANTARA/Iwan Adisaputra

Penembakan terhadap sejumlah pekerja pembangunan jembatan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, menjadi bukti lemahnya perangkat negara dalam melindungi warganya. Puluhan pekerja PT Istaka Karya itu sedang merambah jalur terjal berliku untuk mewujudkan jalan Trans Papua, salah satu proyek besar cita-cita pemerintah untuk pemerataan pembangunan.

Sayangnya, mereka berangkat tanpa pengawalan. Padahal petugas keamanan tahu betul bahwa Kabupaten Nduga termasuk zona merah atau lokasi rawan karena kelompok bersenjata leluasa beroperasi. Sebelumnya, pada Maret 2016 dan Desember 2017, tiga pekerja Trans Papua tewas ditembak kelompok bersenjata di kabupaten tersebut. Rentetan peristiwa ini semestinya menjadi indikasi pentingnya penjagaan terhadap para pekerja.

Hingga kini belum jelas berapa orang di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, yang menjadi korban penembakan. Apakah 31 atau 24 orang? Semua masih simpang-siur. Sulit melakukan evakuasi karena medan yang berat. Dengan kondisi ini, pemerintah sebaiknya memberikan respons yang terukur, tidak gegabah, dan tak melakukan tindakan eksesif, seperti operasi militer.

Guna mencegah tindakan eksesif aparat keamanan, pemerintah sebaiknya membentuk tim investigasi independen. Tim ini bisa terdiri atas berbagai pihak, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pemerintah daerah, kepolisian, dan elemen masyarakat, khususnya yang bersinggungan dengan proyek Trans Papua.

Yang penting sekarang adalah mengetahui penyebab peristiwa penembakan tersebut dan menyeret pelakunya ke ranah hukum. Polisi menduga pelaku penembakan adalah kelompok Egianus Kogoya. Motifnya, sengaja menakut-nakuti supaya pembangunan Trans Papua tidak berjalan. Kelompok ini disinyalir menyandera belasan guru dan tenaga kesehatan di wilayah Mapenduma, Nduga, Oktober lalu. Kelompok itu juga dituding menyerang pos jaga TNI di Distrik Mbua, Nduga, tiga hari lalu. Klaim tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut.

Advertising
Advertising

Tentu saja pengerahan aparat bersenjata tetap perlu untuk pengamanan. Ada banyak proyek pembangunan sedang berlangsung di Papua. Keamanan proyek-proyek tersebut harus dijamin, terutama di sejumlah daerah yang rawan. Tapi jangan berlebihan. Operasi yang berlebihan dan represif akan merugikan masyarakat. Jangan sampai pemerintah kehilangan simpati dunia karena tindakan aparat yang sembrono dan melanggar hak asasi manusia. Akan lebih baik kalau aparat bekerja sama dengan penduduk setempat.

Proyek Trans Papua sendiri membentang dari Papua Barat sampai Merauke sepanjang 3.259 kilometer. Tinggal 156 kilometer yang belum tersambung. Insiden penembakan ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengetahui apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat Papua. Apakah mereka perlu dilibatkan dalam proses pembangunan proyek Trans Papua di lapangan, atau cukup duduk manis dan mendapat hasil yang mungkin belum mereka ketahui apa manfaatnya?

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya