Mencla-mencle Proyek Infrastruktur

Penulis

Kamis, 6 Desember 2018 07:00 WIB

Pemerintah memutuskan menghentikan sementara proyek LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Inkonsistensi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal kelanjutan dua proyek infrastruktur, light rail transit atau kereta ringan Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi dan kereta cepat Jakarta-Bandung, patut disesalkan. Reaksi negatif pasar dan potensi kerugian investor seharusnya dapat dikalkulasi sejak awal agar kebijakan yang baru dirilis tak harus diralat beberapa hari kemudian.

Kegaduhan ini bermula pada Selasa dua pekan lalu, ketika Budi Karya mendadak mengumumkan penghentian sementara pembangunan kereta ringan dan kereta cepat tersebut sampai seusai Lebaran 2019. Alasannya, pembangunan proyek di kilometer 11-17 jalur tol Jakarta-Cikampek bersinggungan dengan proyek tol layang dan menimbulkan kemacetan parah. Lewat tiga hari, kebijakan itu diralat: Budi Karya memastikan proyek terus berjalan.

Perubahan drastis dalam waktu singkat semacam itu jelas membuat publik bertanya-tanya. Ada kesan, pemerintah kurang berkoordinasi dengan Adhi Karya dan Wijaya Karya, dua badan usaha milik negara yang menjadi bagian dari kontraktor pelaksana proyek. Solusi yang kemudian diputuskan, yakni perbaikan manajemen waktu pengerjaan proyek agar tak bertumpuk pada saat bersamaan, seharusnya sudah dipikirkan sejak awal.

Selain masalah koordinasi, ada soal yang lebih mendasar. Menghentikan sementara sebuah proyek infrastruktur pasti membuat waktu penyelesaiannya molor dan biayanya membengkak tak karuan. Ini jelas pelanggaran kontrak kerja yang bisa membuat BUMN dituding wanprestasi. Belum lagi urusan legal formalnya: apa bisa pengumuman menteri punya kekuatan hukum untuk kontraktor yang sudah terikat kontrak dengan pemodal dan pemilik proyeknya?

Satu hal yang jelas, sikap mencla-mencle Budi Karya memberikan kesan buruk soal kapabilitas pemerintah mengelola negara. Investor dan pengusaha bisa-bisa menuding pemerintah tak mampu memberikan kepastian hukum untuk menjamin rampungnya sebuah proyek. Ponten pemerintah dalam indeks kenyamanan dan kemudahan berusaha, yang menjadi indikator penting masuk-tidaknya investasi ke Indonesia, pasti melorot.

Advertising
Advertising

Apalagi ini bukan kasus pertama. Pada Oktober lalu, pemerintah membatalkan kenaikan harga Premium tak sampai satu jam setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengumumkan perubahan harga. Pekan lalu, giliran kebijakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution tentang relaksasi Daftar Negatif Investasi yang diralat. Kesan serampangan dan tak profesional tak bisa dihindarkan.

Pemerintah bisa saja berkilah bahwa perubahan dan perbaikan kebijakan tak perlu dibesar-besarkan. Para menteri bisa juga beralasan: cepat tanggapnya pemerintah merespons keluhan mereka yang dirugikan justru merupakan bukti transparansi dan akuntabilitas. Meski sekilas meyakinkan, argumentasi semacam itu jelas mengada-ada. Akibat kebijakan keliru Menteri Perhubungan, misalnya, saham Adhi Karya dan Wijaya Karya sempat anjlok masing-masing 1,77 dan 1,9 persen.

Walhasil, mekanisme perumusan kebijakan pemerintah perlu ditinjau kembali-agar keputusan setengah matang tak buru-buru dirilis ke publik hanya untuk diperbaiki kemudian. Blunder Budi Karya, Jonan, dan Darmin tak boleh berlanjut. Presiden Joko Widodo tak hanya perlu menegur para pembantunya, tapi juga segera memperbaiki manajemen pemerintahannya yang terkesan acak-acakan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya