Terjebak Perang Kata

Penulis

Senin, 3 Desember 2018 07:00 WIB

Calon presiden inkumben Joko Widodo alias Jokowi (kanan) dan calon presiden Prabowo Subianto saling menyapa saat menghadiri acara pengambilan nomor urut capres di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat, 21 September 2018. Kedua pasangan yang bertarung dalam pilpres 2019 tampak akrab dalam acara pengambilan nomor urut capres. REUTERS/Darren Whiteside

DARI kampanye pemilihan presiden 2019, yang telah berlangsung lebih dari tiga bulan, muncul fenomena yang mencemaskan: perang kata. Dua kubu yang berlaga saling mencaci hampir setiap hari. Strategi kampanye seperti ini penuh mudarat, melupakan adu program, dan akhirnya merusak mutu demokrasi.

Serangan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai pelbagai soal, seperti utang negara dan daya beli masyarakat yang merosot, kerap disampaikan dengan gaya hiperbol. Sandiaga pernah mengungkap adanya tempe setipis kartu ATM untuk menggambarkan harga kebutuhan sehari-hari yang kian mahal. Urusan tempe lalu menjadi bahan polemik berhari-hari karena kubu pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin segera bereaksi untuk mematahkan persepsi itu.

Perang kata memuncak ketika calon presiden inkumben Joko Widodo mulai meluncurkan kosakata yang relatif kasar. Jokowi menyindir adanya politikus “sontoloyo” ketika menanggapi kritik tentang kebijakan alokasi dana kelurahan. Ia belakangan menjelaskan bahwa julukan itu untuk politikus yang suka mengadu domba. Jokowi juga melempar kata “genderuwo” untuk menyindir kubu lawan yang cenderung menakut-nakuti rakyat lewat berbagai isu. Jokowi mengungkapkan pula kekesalannya terhadap penyebar kabar bohong yang mengaitkan dirinya dengan Partai Komunis Indonesia. Ia mengatakan “kadang, mau saya tabok” penyebar hoaks itu.

Sebagai upaya memobilisasi pendukung untuk menyerang lawan, penggunaan istilah “genderuwo” terkesan murahan: tak substantif dan hanya agar mudah diviralkan. Kemarahan Jokowi kepada penyebar hoaks PKI justru menjadi bumerang: beribu orang sejak 1965 telah mendapat stigma sebagai anggota PKI, mengapa baru kali ini Presiden berbicara-hanya ketika hoaks itu mengganggu elektabilitasnya?

Sederet idiom kasar itu memperlihatkan, alih-alih menemukan strategi jitu, Jokowi malah terpancing oleh gaya serangan lawan. Gaya kampanye Prabowo sering disebut meniru Donald Trump, yang memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat dua tahun lalu. Trump pintar mempertentangkan kalangan bawah-atas. Ia menyebarkan pesimisme dan rasa takut akan ancaman Islam plus kaum pendatang. Bahasa yang digunakan Trump pun selalu bombastis, persis seperti jargonnya dalam kampanye “Make America Great Again”.

Advertising
Advertising

Di zaman ketika peran media sosial mulai menggeser peran media konvensional, perang kata dalam kampanye pun menjadi amat liar. Baik kubu Jokowi maupun Prabowo terus-menerus memproduksi idiom untuk mengelu-elukan jagoannya atau bertujuan menyerang lawan. Soal kesesuaian idiom dengan realitas seolah-olah menjadi urusan nomor dua. Yang terpenting: pesan menjadi viral. Taktik ini kurang elok karena menyesatkan publik. Hal yang terus-menerus diperbincangkan sekalipun tak sesuai dengan fakta bisa dipercaya oleh sebagian orang.

Masalahnya, publik lama-lama juga akan muak terhadap cara kampanye seperti itu. Apalagi masa kampanye berlangsung sampai tujuh bulan, berbeda dengan kampanye pemilihan presiden 2014 yang hanya sebulan. Baik kubu Prabowo maupun Jokowi semestinya menyadari hal ini. Mereka sebetulnya bisa mulai mengadu visi-misi dan program riil tanpa menunggu ajang perdebatan resmi yang diatur Komisi Pemilihan Umum.

Publik tentu ingin mendapat gambaran: apa beda kedua pasangan dalam cara mengurus negara? Kalaupun keduanya sama-sama menawarkan kebijakan yang nasionalis-populis, program konkretnya boleh jadi berbeda. Misalnya, jika kubu Prabowo mengkritik utang negara yang terus bertambah, semestinya disertai pula solusi untuk membiayai proyek infrastruktur dan menambal anggaran negara.

Sebaliknya pula, kubu Jokowi yang selalu mengagung-agungkan pembangunan infrastruktur perlu menjelaskan: kapan dan bagaimana proyek-proyek itu berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Masih banyak isu lain yang penting, seperti masalah pajak, cukai rokok, harga bahan bakar minyak, dan pengangguran. Di luar masalah ekonomi, banyak sekali isu politik, hukum, lingkungan, dan seterusnya yang bisa dijadikan bahan perdebatan. Dengan begitu, khalayak bisa menilai program dari kubu mana yang sesuai dengan aspirasi mereka.

KPU semestinya menelaah kampanye yang kurang sehat saat ini. Perang kata yang berlarut-larut tidak terjadi seandainya lembaga ini menjadwalkan perdebatan resmi tak hanya saat mendekati pencoblosan, tapi juga di awal kampanye. Cara ini akan memaksa kontestan pemilihan presiden lebih siap adu program sejak awal. Kalaupun terjadi saling ejek, diharapkan itu masih berkaitan langsung dengan program yang dijanjikan kedua pasangan calon.

Perang kata yang berlangsung saat ini jauh dari urusan program, bahkan terkesan hanya mencaci dan menjelek-jelekkan. Kedua kubu sebaiknya mengakhiri gaya kampanye seperti ini karena tidak mencerdaskan masyarakat dan menggerus mutu demokrasi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya