Islam dan Strategi Kebudayaan

Penulis

Amin Mudzakkir

Kamis, 29 November 2018 07:00 WIB

Umat Islam melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Jami di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu, 22 Agustus 2018. Muslim di Pontianak melaksanakan salat Idul Adha dalam kondisi diselimuti kabut asap pekat yang berasal dari pembakaran hutan dan lahan. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

Amin Mudzakkir
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Pada mulanya, tidak ada masalah serius dengan Islam dan kebudayaan. Sejak masuk ke wilayah yang sekarang bernama Indonesia, Islam telah berdialog dengan kebudayaan setempat. Keduanya saling membentuk dan menghasilkan suatu corak keagamaan tradisional yang harmonis dengan lingkungan sekitar.

Namun sejak gerakan reformasi keagamaan berkembang, tuntutan untuk memurnikan ajaran dari unsurunsur lokal mengemuka. Hal ini muncul, misalnya, dalam Perang Padri pada era kolonial. Para ulama reformis mulai mendakwahkan Islam yang diyakini lebih murni daripada yang ada. Usaha ini jelas menimbulkan pertentangan, bahkan perang, apalagi setelah ada campur tangan ekonomi dan politik kekuasaan.

Pertentangan tersebut terus berlanjut. Pada awal abad ke20, gerakan reformis Islam menyerang corak keagamaan tradisional yang dituduh penuh dengan takhayul, bidah, dan khurafat. Mereka berpendapat, agama dan kebudayaan harus dipisahkan. Jangan sampai yang kedua mempengaruhi yang pertama. Sebaliknya, yang pertama diharapkan mengubah yang kedua.

Para pelaku corak keagamaan tradisional tidak diam saja. Mereka merumuskan argumen keagamaan, khususnya fikih, yang mendukung penyesuaian antara ritual ibadah dan kebiasaan setempat. Bagi mereka, Islam adalah agama yang bisa diterapkan dan disesuaikan dengan konteks masyarakat yang beragam.

Advertising
Advertising

Pertentangan antara arus reformis dan tradisionalis sempat mereda. Pada era Orde Baru, terjadi modernisasi yang masif luar biasa. Beberapa hal yang dulunya dipertentangkan, seperti ziarah kubur, tahlilan, dan perayaan maulid Nabi Muhammad, mulai diterima semua kalangan. Tampaknya, ketika itu ada semacam modus vivendi yang menyurutkan pertentangan di antara dua arus yang berseteru.

Surutnya pertentangan itu terjadi dalam suasana yang nondemokratis. Ekspresi Islam apa pun memang dibiarkan, bahkan didukung, sejauh tidak menyentuh politik praktis. Strategi kebudayaan yang ditekankan rezim penguasa adalah mereduksi pertentangan itu menjadi sekadar masalah kesenian. Aspirasi ideologisnya ditekan. Namun justru dengan demikian ia menggumpal dan meledak pada akhir dekade 1990an.

Ledakan ideologis yang mempersoalkan kembali hubungan antara Islam dan kebudayaan dibawa suatu lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terbentuk dari sebuah proses sosial yang berjalan sejak dua dekade sebelumnya. Mereka menyuarakan aspirasi keagamaan yang cukup keras. Bertolak dari orientasi Islam di Timur Tengah yang puritan, mereka mempromosikan sebuah bentuk Islam kafah, yang merujuk pada pembayangan kehidupan Nabi Muhammad di Madinah.

Dampak dari aspirasi baru itu cukup besar. Di banyak daerah, ekspresi kebudayaan yang sesungguhnya sangat Islami menghilang. Di Priangan, Jawa Barat, misalnya, festival tagoni atau terbangan sudah jarang ditemukan dan digantikan dengan lomba nasyid. Wacana bahwa Islam dan kebudayaan adalah dua hal yang berbeda menemukan contoh keberhasilannya.

Keberhasilan paling nyata bisa dilihat di perkotaan. Berbagai perumahan khusus muslim dibangun dengan fasilitas yang khas, seperti arena berkuda dan memanah, selain tentu saja masjid dan sekolah berbasis agama. Fenomena ini merefleksikan sesuatu yang serius. Bagi para penghuninya, dunia di luar kompleks perumahan mereka dianggap tidak suci, tercampur dengan kebudayaan yang tidak Islami. Dalam jangka panjang, fenomena ini bisa berbuah aspirasi politis tertentu yang eksklusif.

Karena itu, kampanye Islam Nusantara oleh para pemimpin Nahdlatul Ulama ditentang habishabisan. Kampanye yang sejatinya lahir dari keprihatinan adanya pereduksian makna Islam itu dituduh sebagai usaha untuk mencampuradukkan agama dengan kebudayaan. Bagi mereka yang menentangnya, pencampuran itu bertentangan dengan akidah dan bisa merusak iman.

Setelah memahami gejala sosiologis ini, pemerintah Indonesia saat ini mau tak mau perlu merumuskan strategi kebudayaan baru yang sesuai dengan zaman. Dalam hubungannya dengan Islam, strategi tersebut harus mampu memilah dan memilih corak keagamaan yang paling bisa diandalkan untuk menopang keberadaannnya. Tanpa topangan agama yang kuat, legitimasi strategi kebudayaan yang diputuskan akan lemah.

Bagaimanapun, Islam adalah plural. Namun, dalam proses pengambilan kebijakan tertentu, negara mesti berani bersikap untuk menunjukkan suatu model terbaik yang diharapkan mampu mengakomodasi pluralitas Islam dan kebudayaan Indonesia itu sendiri. Saya melihat corak keagamaan tradisional mempunyai potensi untuk menjawab kebutuhan itu.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya