Politik di Balik Isu Perda Syariah

Penulis

Kamis, 22 November 2018 06:00 WIB

Ketum PSI Grace Natalie pada jumpa pers di DPP PSI, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Desember 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Tak ada yang salah dalam pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie, bahwa partainya tidak akan pernah mendukung peraturan daerah yang dilandasi tafsir keagamaan, seperti perda Injil dan syariah. Regulasi demikian cenderung bertentangan dengan konstitusi karena mendiskriminasi warga negara.

Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, dari 1999 hingga 2006 ada 421 peraturan yang diskriminatif, dari peraturan daerah hingga surat edaran, yang sebagiannya bersandar pada tafsir keagamaan. Sebanyak 333 peraturan menyasar perempuan dengan membatasi aktivitas atau penampilan mereka. Ada juga yang mewajibkan siswa pandai membaca kitab suci.

Lembaga pegiat hak asasi manusia, Setara Institute, merekam data serupa. Hingga akhir 2017, ada 183 peraturan yang diskriminatif, intoleran, serta melanggar kebebasan beragama. Peraturan tersebut hanya memihak kelompok berdasarkan agama atau gender tertentu. Maka sudah sepatutnya beleid semacam ini ditolak.

Apalagi motif di balik lahirnya perda syariah di sejumlah daerah hanyalah kepentingan politik elektoral-seperti hasil riset peneliti Amerika Serikat, Robin Bush, dalam makalahnya yang berjudul "Regional ‘Sharia’ Regulations in Indonesia: Anomaly or Symptom?". Politikus lokal, baik dari partai Islam maupun nasionalis, menggunakan isu perda syariah supaya tak ditinggalkan konstituen.

Regulasi semestinya tak mengatur hal-hal yang sangat pribadi. Misalnya, soal keyakinan dan bagaimana menjalankan keyakinan tersebut biarlah menjadi urusan pribadi. Tugas negara adalah menjamin warganya bebas memeluk dan beribadah sesuai dengan imannya, bukan memaksa mereka beribadah atau mengatur cara hidup berdasarkan tafsir keagamaan tertentu.

Advertising
Advertising

Untuk itu, melaporkan Grace Natalie ke polisi dengan tuduhan penistaan agama atas pidatonya pada peringatan ulang tahun PSI yang keempat tersebut jelas keliru. Grace tidak mengajak orang lain untuk memusuhi atau menodai agama. Ia hanya sedang membeberkan program partainya bahwa cara mencegah diskriminasi, ketidakadilan, dan intoleransi salah satunya adalah tidak mendukung perda keagamaan-yang terbukti diskriminatif.

Sulit untuk tidak mengaitkan pelaporan Grace ke polisi oleh Eggy Sudjana, yang mewakili organisasi Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, dengan kampanye pemilihan presiden 2019. Eggy adalah politikus Partai Amanat Nasional, yang juga pendukung Prabowo Subianto. Adapun PSI adalah salah satu penyokong Joko Widodo. Mengangkat isu politik identitas untuk meraup dukungan pemilih adalah siasat tak bermutu.

Sayangnya, kubu Jokowi tak mendukung pernyataan Grace. Tim pemenangan dan partai pengusung buang badan seperti tak mau kena getah. Ini ironi: partai dan pendukung calon presiden mengabaikan seruan melawan diskriminasi dan ketidakadilan karena takut kehilangan suara dalam pemilihan umum.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya