Diskriminasi dan Politik Identitas

Penulis

Rabu, 21 November 2018 03:52 WIB

Hasil survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menunjukkan tingginya potensi segregasi sosial berdasarkan ras dan etnis di negara kita. Kesadaran masyarakat akan pentingnya sikap antidiskriminasi juga rendah. Temuan ini merupakan peringatan bagi kita semua, terutama para pemimpin politik, agar lebih peduli terhadap keutuhan bangsa.

Survei yang digelar bersama tim Litbang Kompas itu dilakukan di 34 provinsi dan melibatkan 1.207 responden. Salah satu temuan yang mengejutkan adalah sebanyak 58,5 persen responden mengaku masih mendengar pidato yang bernada diskriminatif. Potensi segregasi sosial atau pengucilan juga terlihat. Sebanyak 82,7 persen responden merasa lebih nyaman jika tinggal bersama dengan sesama rasnya. Adapun 83,1 persen responden memilih tinggal bersama dengan sesama sukunya.

Sungguh berbahaya jika para pemimpin politik justru memanfaatkan situasi sosial yang kurang sehat itu demi kepentingan pemilu. Memainkan isu ras, suku, dan agama, yang biasa disebut sebagai politik identitas, mungkin bisa mendulang dukungan politik secara mudah dan murah. Tapi dampaknya akan buruk bagi bangsa ini: polarisasi berdasarkan ras, suku, dan agama bisa semakin lebar.

Rawannya masalah sosial itu juga telah terdeteksi dari survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada April–Juli lalu. Hasil survei terhadap 145 ahli politik, ekonomi, dan sosial-budaya ini mengungkapkan bahwa penggunaan politik identitas masih kuat. Sebanyak 40 persen responden menyatakan politik identitas dan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) berpotensi mengganggu Pemilu 2019.

Para kontestan pemilihan presiden dan pemilu legislatif sebaiknya justru membantu Komnas HAM dengan ikut mengkampanyekan sikap antidiskriminasi. Kesadaran masyarakat kita mengenai hal ini masih rendah. Sesuai dengan hasil survei Komnas HAM, sebagian masyarakat (43,3 responden) juga belum mengetahui bahwa tindakan diskriminatif bisa dipidana. Rendahnya pemahaman ini amat memprihatinkan karena sudah cukup lama kita memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Advertising
Advertising

Dalam undang-undang itu jelas diatur ancaman pidana bagi orang yang bersikap diskriminatif. Tindakan dan ucapan yang bernada diskriminatif, baik dengan sikap serius maupun sekadar bercanda, bisa diancam hukuman 1 tahun penjara. Adapun orang yang menunjukkan kebencian terhadap ras dan etnis tertentu bisa dibui sampai 5 tahun penjara.

Bukan hanya masyarakat luas yang perlu mengetahui aturan tersebut, tapi juga para kontestan pemilu. Kampanye menggunakan politik identitas amat berpotensi melanggar UU Antidiskriminasi. Meraih dukung politik dengan mempermainkan isu ras, suku, ataupun agama juga akan menimbulkan banyak mudarat karena memecah-belah masyarakat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya