Narasi Kegaduhan Jokowi dan Prabowo

Senin, 12 November 2018 07:30 WIB

Dua calon presiden, Joko Widodo alias Jokowi dan Prabowo Subianto, berpelukan dalam acara Deklarasi Kampanye Damai di halaman Tugu Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, 23 September 2018. Kedua calon pemimpin negara itu tampak akrab dan mesra dalam acara tersebut. AP Photo/Tatan Syuflana

Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute

Kampanye pemilihan presiden 2019 memanas seiring dimulainya aksi-reaksi di antara kubu Jokowi dan Prabowo. Contoh aktual adalah gaduhnya perbincangan publik merespons candaan Prabowo Subianto saat berkampanye di Boyolali, akhir Oktober lalu. Seketika potongan ucapan "tampang Boyolali" dalam pidato Prabowo menular di media sosial dan ramai-ramai menjadi pembahasan media arus utama. Tim kedua kubu saling melaporkan sambil sibuk mengkonstruksi makna masing-masing sehingga menyebabkan narasi "tampang Boyolali" menjadi perbincangan masyarakat. Pun demikian, diksi "sontoloyo" yang diucapkan Jokowi ramai menjadi gunjingan khalayak dan dikritik kubu oposisi sebagai pilihan kata yang tak patut disampaikan presiden.

Dalam perspektif komunikasi politik, dapat dibedakan antara argumentasi dan serangan verbal. Dominic Ifanta dalam Argumentativeness and Verbal Aggressiveness (1996) membedakan keduanya. Argumentasi selalu bersandar pada alasan, nalar, logika berpikir, dan tautan data atau fakta yang bisa menjadi penguatnya. Sedangkan agresivitas verbal menyerang ide, keyakinan, ego, atau konsep diri orang lain. Dari sisi narasi komunikasi yang dipilih, satu bulan lebih masa kampanye yang sudah dijalani masih didominasi oleh pilihan agresivitas verbal yang mengarah ke emosi ketimbang pertarungan gagasan dan program yang membutuhkan argumentasi. Persoalan yang mengemuka dan ramai menjadi narasi kegaduhan tidaklah substansial, melainkan baru sekadar memalingkan perhatian khalayak kepada polemik dan kontroversi.

Prabowo pada ragam kesempatan memang lebih banyak membangun narasi kontroversial. Contohnya tagline "Indonesia First, Make Indonesia Great Again" sangat mirip dengan "America First, Make America Great Again" milik Donald Trump.Pernyataannya soal tidak akan mengimpor dan kritik pedas Prabowo bahwa pemerintah Jokowi lebih condong ke Cina juga dipersepsikan sebagai pilihan politik asosiatif dengan gaya proteksionisme Trump. Beberapa pihak menilai pilihan diksi dan muatan narasi Prabowo identik dengan strategi Trump saat memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Model kampanye Trump dikenal sebagai pendekatan propaganda ala Rusia, yakni firehose of falsehood. Biasanya, firehose of falsehood ini memiliki empat karakteristik utama. Pertama, memanfaatkan kontroversi untuk membanjiri kanal-kanal warga dengan narasi yang dikehendakinya. Kedua, pesan yang sama atau serupa diulang secara terus-menerus sehingga persepsi khalayak lama-lama akan terkonstruksi seperti yang dikehendaki. Ketiga, tidak terlalu peduli akan akurasi dan etika. Keempat, sering kali tidak konsisten antara narasi di satu kesempatan dan kesempatan berbeda.

Advertising
Advertising

Singkatnya, strategi firehose of falsehood menempatkan seseorang menjadi sangat kontroversial, licik, rasis, ataupun stigma buruk lainnya. Tapi, pada saat bersamaan, dia juga bisa meraup keuntungan elektoral dari rakyat yang secara diam-diam ataupun terbuka berada di pusaran arus kontroversinya, menikmati, dan bahkan bisa saja akhirnya berharap perubahan justru dilakukan oleh figur tersebut.

Strategi propaganda serupa yang kerap dimainkan selama musim kampanye adalah false flag operation. Modus propaganda ini adalah dengan mengkambinghitamkan pihak lawan atas suatu kasus atau kejadian. Tujuan utamanya, agar opini khalayak mempercayai apa yang telah mereka lakukan dan katakan.Inilah sebabnya, jika ada suatu peristiwa mengemuka, masing-masing pihak sibuk membangun narasi kegaduhan yang sifatnya mencari kambing hitam siapa yang salah. Kedua kubu, baik tim Jokowi maupun Prabowo, kerap berjibaku menggunakan teknik ini di setiap kesempatan jika ada peluang kesalahan di kubu lawan. Salah satunya dengan memanfaatkan prinsip kerja Teori Agenda Setting, yakni jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, media akan mempengaruhi isu tersebut yang diperingkat sebagai isu penting oleh khalayak. Selain pemeringkatan isu di media massa, strategi lainnya adalah membanjiri informasi dan perbincangan di media sosial lewat pasukan cyber (cyber army).

Narasi kegaduhan tidak selalu menguatkan kualitas demokrasi. Gelembung isu politiknya sering kali sekadar menjadi permainan panggung yang temporer. Seharusnya kampanye pemilihan presiden bergerak ke arah yang lebih substansial, yakni tawaran program dan gagasan. Jangan biarkan narasi kegaduhan menjadi dominan dan membuat elite dan publik sama-sama lupa daratan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya