Sulitnya Berinvestasi di Indonesia

Penulis

Senin, 5 November 2018 07:00 WIB

Menteri Pembangunan dan Perencanaan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro saat memberikan opening speech dalam acara penandatanganan kerjasama (financial closing) proyek investasi di bidang infrastruktur di Hotel Nikko, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Bali, Sabtu, 13 Oktober 2018. Tempo/Dias Prasongko

Sungguh ironis, saat pemerintah berjibaku menggenjot pembangunan infrastruktur, skor kemudahan berinvestasi di Indonesia justru melorot. Sederet program yang dicanangkan pemerintah untuk menarik investor ternyata masih sebatas kata-kata manis.

Laporan Bank Dunia menunjukkan hal tersebut. Dalam dokumen bertajuk "Doing Business 2019", lembaga tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-73 dari 90 negara. Skor itu merosot satu peringkat dibanding tahun lalu.

Peringkat Indonesia itu pun berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam (posisi ke-69) dan Brunei (ke-55). Di kawasan ASEAN, Singapura menduduki peringkat terbaik, yakni peringkat kedua. Adapun Malaysia dan Thailand masing-masing berada di peringkat ke-15 dan ke-27.

Temuan ini seharusnya menjadi pelecut bagi pemerintah. Deregulasi atau reformasi aturan untuk menarik investor-yang selama ini didengung-dengungkan pemerintah-ternyata masih sebatas otak-atik tanpa menyentuh substansi. Penyederhanaan izin dan penurunan tarif tak cukup memikat investor. Sebab, masih ada kendala besar lain yang menghadang mereka, yakni ketidaksinkronan aturan yang dibuat oleh beberapa lembaga pemerintah.

Hal yang menjadi faktor utama sehingga skor kemudahan berinvestasi di Indonesia melorot adalah penurunan peringkat pada beberapa indikator kemudahan berbisnis. Dari 10 indikator, ada tiga hal yang menurun drastis peringkatnya dari tahun lalu, yakni perizinan konstruksi (dari ke-108 menjadi 112), perlindungan investor minoritas (dari ke-43 menjadi 51), dan penegakan kontrak (dari ke-145 menjadi 146).

Advertising
Advertising

Pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong cukup mengagetkan, tapi begitulah faktanya. Dia mengatakan pemerintah kehilangan fokus dan alpa memperbaiki hal-hal fundamental dalam birokrasi. Berbagai aturan yang bertabrakan dan morat-marit harus segera dibereskan.

Presiden Joko Widodo seharusnya tidak hanya memfokuskan diri pada pembangunan proyek infrastruktur. Proyek itu memang penting, tapi perbaikan keseluruhan sistem sehingga pola kerja birokrat pemberi izin tak lambat juga penting. Iming-iming infrastruktur atau insentif sebesar apa pun tak akan menarik bagi investor jika mereka tak kunjung mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan adil.

Janji pemerintah menerapkan sistem perizinan online juga harus segera ditepati. Keterlambatan pengoperasian sistem Online Single Submission yang diluncurkan sejak Juli lalu menjadi tambahan catatan buruk di mata investor.

Dunia bisnis bergerak begitu cepat. Bila pemerintah lamban, wajar bila investor melirik wilayah lain, seperti Vietnam atau Thailand.

Banyak pesaing untuk berebut kue investasi. Pemerintah tak boleh lagi kehilangan fokus. Harus ada strategi induk pembenahan sistem investasi agar tak terkesan pembenahan di satu bidang terlepas dari bidang lainnya. Presiden Jokowi tak boleh berpuas diri karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya