Grafiti

Rabu, 7 November 2018 07:00 WIB

Teroes Berdjoang oentoek kesalamatan bersama. Grafiti perjuangan di dinding kota Garut, 1947. Taillie, J.C./National Archives of theNetherlands / Dienst voor Legercontacten Indonesi/Nationaal Archief

Jakarta, September 1945.

Pasukan Sekutu memasuki kota ini dan mereka menemukan kalimat yang dicoretkan di sebuah tembok di tepi jalan:

Grafiti itu-dalam bahasa Inggris-jelas ditujukan buat mereka.

Mereka, pasukan yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison, menyandang nama "Allied Forces Netherland East Indies" (AFNEI). Mereka tak mau tahu, "Netherland East Indies", "Hindia-Timur-sebagai-bagian-dari-Nederland", sudah tergusur ke masa lalu. Sejak 17 Agustus 1945, dari puing-puing Perang Dunia sebuah negeri baru lahir-penuh keyakinan meskipun masih acak-acakan.

Tampak goresan kuas cat hitam dengan huruf-huruf besar itu sebenarnya sebuah seru. Ia ditulis dengan konsep yang matang, tapi dikerjakan dengan spontan dan bersemangat, dan sebab itu tak rapi. Seorang patriot yang menulisnya-kita tak tahu siapa-sadar bahwa tanah airnya sedang menghadapi kekuatan militer pemenang Perang Dunia yang hanya mengakui "Hindia Belanda".

Advertising
Advertising

Tulisannya menunjukkan rasa cemas, tapi bukan penampikan. Ia tak asing dengan idiom dan "ideologi" Sekutu. Kata "liberty" dan "all men are created equal" menggemakan Pernyataan Kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776. Diawali dengan "respect our constitution" ("hormatilah konstitusi kami"), coretan dinding itu mengisyaratkan bahwa republik Indonesia yang baru-seperti AS-memiliki undang-undang dasar yang dirumuskan segera setelah pernyataan kemerdekaan: negeri ini bukan produk massa yang mengamuk.

Di September 1945 itu tentara Sekutu-Amerika, Inggris, Australia, Belanda-datang untuk mengurus ribuan prajurit Jepang yang takluk, yang tersisa di Indonesia. Grafiti itu mengingatkan, Sekutu harus tahu, ada kekuasaan di wilayah ini yang ditegakkan tangan-tangan di jalanan, bukan hanya Sukarno-Hatta. Tangan-tangan tak bernama: kekuatan yang digerakkan kehendak umum, volonté générale.

Itu isyarat bahwa kekuasaan baru di Indonesia punya legitimasi, meskipun strukturnya belum mapan. "Kehendak umum", seperti ditegaskan dalam Revolusi Prancis, adalah kekuatan kreatif yang meng-ada-kan sesuatu yang semula belum-ada-dan itu sah.

Tulisan di tembok kota itu bisa dilihat juga sebagai sebuah proklamasi-atau menegaskan proklamasi 17 Agustus 1945 yang mengasumsikan bangsa Indonesia sudah ada sebelum hari itu. Sebab bangsa Indonesia dianggit dan diciptakan sepenuh volonté générale, yang hari itu bergema dari mikrofon bersejarah di beranda sebuah rumah di Jakarta.

Ada hal lain. Grafiti itu mengandung salam: kami tak apriori bermusuhan dengan kamu, pasukan asing yang datang. Republik yang baru berumur sebulan itu adalah bagian sejarah universal: "Semua manusia diciptakan setara." Di jalanannya, hidup orang-orang yang merupakan bagian kemanusiaan.

Ekspresi universal itu agaknya yang juga ciri, dan paradoks, nasionalisme Indonesia sejak semula. Proklamasi Agustus menyebut kata kami; ia berbicara kepada dunia, kepada siapa saja yang bukan-kami, tapi diasumsikan akan memahami. Nasionalisme kita, kata Bung Karno dalam pidato Lahirnya Pancasila, berkembang dalam "taman sarinya internasionalisme".

Dengan kata lain, ia bukan semangat kebangsaan yang menganggap sumber-sumber ilhamnya mahabenar. Bung Karno mengagumi Lincoln dan Lenin, mengutip Sun Yat Sen dan Gandhi, seorang Marxis yang menggemari Mahabharata dan jadi anggota Muhammadiyah.

Bung Karno tak sendirian.

Ada sebuah teks yang terkenal sebagai pernyataan "Angkatan ‘45" dalam kesusastraan Indonesia. "Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia"-di sana tertulis-"dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri."

Seperti Proklamasi 1945, dokumen yang disebut Surat Kepercayaan Gelanggang ini juga memakai kata "kami", sebuah penegasan diri sebagai subyek. Tapi subyek itu bukan sebuah monolit. "Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dilahirkan." Bagi para pencetus Surat Kepercayaan Gelanggang, "kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui itu ialah manusia."

"Manusia", tentu saja, bukan sebuah pengertian yang mudah. Tapi ia, "manusia", selalu muncul ketika hendak diabaikan, bahkan dilenyapkan. Grafiti di tembok Jakarta itu lahir dari harga diri yang tegang: kami manusia yang merdeka, tapi terancam, dan sebab itu kami mengibarkan diri. Kami bisa hancur, tapi kami menolak dijajah kembali. Di sebuah gerbong trem di bulan September itu tertulis grafiti lain: "Better to the Hell than to be colonialized again." Bahasa Inggrisnya tak sempurna, tapi nadanya menantang.

Lalu Surabaya meledak. November 1945, pertempuran pecah ketika pasukan Sekutu datang hendak melucuti para pejuang "republiken". Seorang jenderal Inggris mati, ratusan prajurit tewas, ribuan warga kehilangan nyawa. Republik Indonesia ditegakkan seraya menegaskan bahwa manusia setara dalam kemerdekaan dan kematian.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya