Pembentukan Pengadilan Pertanahan

Jumat, 19 Oktober 2018 07:30 WIB

Warga mengangkat sertifikat tanah mereka yang dibagikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam acara Penyerahan Sertifikat Tanah Untuk Rakyat di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Rabu, 17 Oktober 2018. Dalam acara tersebut, Jokowi membagikan 10 ribu sertifikat tanah untuk masyarakat di 13 kelurahan di Jakarta Utara. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Enrico Simanjuntak
Kandidat Doktor Hukum Universitas Indonesia

Sebagai rancangan undang-undang prioritas pertama pada 2018, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan ditargetkan rampung dan akan disahkan secepat mungkin. Sebelum terlambat, kiranya pemerintah dan parlemen bersedia memperhatikan salah satu poin krusial dalam pembahasan rancangan inisiatif DPR tersebut, yakni rencana pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan di bawah lingkungan peradilan umum.

Tanpa kajian dan analisis mendalam, terutama pembahasan bersama dengan pemangku kepentingan, seperti institusi peradilan, pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan selalu ditawarkan sebagai solusi ampuh mengatasi masalah benang kusut sengketa pertanahan/agraria. Benarkah?

Sejatinya, sengketa pertanahan memiliki banyak wajah dan melibatkan beragam isu hukum. Maka, penyelesaiannya akan melibatkan multi-yurisdiksi jalur penyelesaian hukum, baik secara perdata (peradilan umum, peradilan agama) atau pidana (peradilan umum) maupun administrasi (peradilan tata usaha negara). Maka, sulit membayangkan hadirnya satu peradilan tunggal pertanahan yang mampu menjangkau semua yurisdiksi hukum terkait dengan masalah pertanahan.

Memposisikan pengadilan pertanahan berada di lingkungan peradilan umum sama saja dengan menambah beban berat lingkungan peradilan umum. Ini juga menjauhkan sasaran efektivitas dan efisiensi penyelesaian perkara berdasarkan spesialisasi hakim. Urgensi masuknya hakim ad hoc pertanahan juga perlu ditimbang. Semestinya, masalah rekrutmen hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi atau pengadilan hubungan industrial harus menjadi cermin bagi pembuat undang-undang dalam menawarkan opsi hakim ad hoc pertanahan.

Advertising
Advertising

Permasalahan di hulu adalah pluralisme yurisdiksi pemutus sengketa pertanahan ini tidak dapat dipisahkan dari sistem stelsel pendaftaran tanah secara negatif. Hal ini telah diakui secara tersirat oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013: 32). Dalam sistem ini, negara tidak sepenuhnya menjamin lalu lintas perpindahan hak atas tanah. Secara yuridis formal, sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak. Tapi, sepanjang masih dapat dipersoalkan oleh pihak lain, kepastian hukum pemegang hak akan selalu lepas dari kompensasi dan pertanggungjawaban hukum negara.

Posisi kantor pertanahan sebagai representasi pemerintah (dan negara) tak ubahnya penonton pasif dalam pertempuran hukum masyarakat yang bersengketa. Negara tidak dapat berbuat banyak dan cenderung absen bertindak sebagaimana seharusnya, yakni sebagai penjamin hak-hak atas tanah masyarakat.

Ironisnya, jenis hukum acara yang rencananya digunakan oleh pengadilan pertanahan adalah hukum acara perdata yang jelas bukan merupakan bagian dari instrumen hukum publik. Pilihan yang tidak disertai dasar argumentasi hukum ini digunakan hanya karena desain pengadilan pertanahan berada di bawah lingkungan peradilan umum.

Perubahan kiblat sistem pendaftaran tanah, dari stelsel negatif ke stelsel positif, yang dijanjikan dalam RUU Pertanahan akan rancu dan kontraproduktif dengan desain serta kedudukan pengadilan pertanahan yang direncanakan. Konsekuensi yuridis berlakunya stelsel pendaftaran positif adalah menuntut sikap proaktif administrator pemerintah di bidang pertanahan dalam melindungi kepentingan warga negara. Maka, peran hukum administrasi akan meningkat signifikan karena data dan arsip publik pertanahan akan menjadi basis acuan perlindungan hukum bagi para pihak.

Begitu juga bila sebidang tanah akan dimanfaatkan, ia harus selalu disesuaikan dengan aturan hukum publik. Hak-hak atas tanah yang bersifat individual akan selalu disesuaikan dengan kaidah hukum publik, seperti dalam kebijakan tata ruang pemerintah.

Jika desain dan kedudukan pengadilan pertanahan dipaksakan seperti versi RUU Pertanahan sekarang, ia tidak sejalan dengan maksud reforma agraria. Selain itu, semua pelajaran hukum mahasiswa tingkat pertama harus direvisi total agar mahasiswa tidak terasing dan terheran-heran menyaksikan kontradiksi kaidah hukum (acara) perdata digunakan dalam menegakkan aturan pertanahan yang akan beralih ke hukum publik.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya