Nasib Petani Tebu

Penulis

Khudori

Rabu, 17 Oktober 2018 07:00 WIB

Petani tebu dari berbagai daerah di Indonesia menaburkan gula import saat aksi demo didepan istana negara, 28 Agustus 2017. Petani tersebut menuntut harga gula yang merosot tajam rata-rata Rp 9.000-9.500/kg, jauh dibandingkan tahun 2016 yang rata-rata Rp 11.000-11.500/kg. TEMPO/Rizki Putra

Khudori
Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Pusat

Petani tebu dirundung cemas luar biasa. Sejak Mei lalu musim giling tebu sudah dimulai, tapi bukan suka-cita yang datang, petani justru dirundung nestapa. Berkali-kali lelang dilakukan, gula petani belum laku juga. Pedagang menawar dengan harga amat rendah: Rp 9.600 per kilogram. Padahal, biaya pokok produksinya Rp 10.500 per kilogram. Petani tebu dihadapkan pada situasi dilematis: jika gula dilepas mereka tekor, jika tak dilepas aneka kebutuhan tak terpenuhi.

Pedagang enggan menawar dengan harga tinggi karena dua hal. Pertama, pasar masih dipenuhi gula sisa tahun 2017, yang mencapai 1,2 juta ton. Ini cukup untuk kebutuhan konsumsi lebih dari lima bulan. Dalam kondisi demikian, pemerintah lewat Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar) 1,1 juta ton untuk diolah menjadi gula konsumsi. Ditambah perkiraan produksi tahun ini yang 2,2 juta ton dan gula rafinasi yang merembes ke pasar gula konsumsi sebesar 0,5 juta ton, pasar bakal banjir gula konsumsi. Pasokan total mencapai 5 juta ton, padahal kebutuhannya hanya 2,9 juta ton.

Kedua, dampak kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gula yang Rp 12.500 per kilogram dan mulai diberlakukan September 2017. Tahun lalu HET baru berlaku di pasar modern, per April tahun ini HET diperluas ke pasar tradisional. Agar tetap mendapat keuntungan, pedagang harus menghitung ulang berapa maksimal harga di tingkat produsen. Tahun lalu, untuk pasar modern, disepakati harga jual dari produsen dan distributor dalam kemasan 1 kg sebesar Rp 11.900 dan dalam kemasan 50 kg dihargai Rp 10.900 per kilogram. Artinya, saat dijual di retail modern seharga Rp 12.500 per kilogram, keuntungan peritel berkisar Rp 600–1.600 per kilogram atau 5–12,8 persen.

Masalahnya, HET Rp 12.500 per kilogram berpengaruh langsung terhadap pembentukan harga lelang gula di tingkat petani. Ini ditunjukkan oleh lelang yang terus gagal mencapai kesepakatan harga. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 2017.

Advertising
Advertising

Harus diakui bahwa sampai saat ini biaya produksi gula, terutama produksi pabrik gula badan usaha milik negara (BUMN) di Jawa, masih mahal. Besarnya hampir dua kali lipat daripada biaya produksi pabrik gula swasta, terutama yang di Lampung. Mengapa mereka tidak kompetitif? Di negara produsen dan eksportir gula utama, seperti Brasil, Australia, dan Thailand, biaya pokok produksi gula hanya 50–80 persen dibanding di sini. Budi daya tebu dilakukan secara mekanis dan prosesnya semi-otomatis di pabrik. Alokasi biaya tenaga kerja relatif kecil (Toharisman, 2014).

Selain itu, pabrik gula di sana bukan hanya menghasilkan gula, tapi juga produk turunan tebu lain yang bernilai ekonomi tinggi, seperti etanol, listrik, dan kertas. Di India, kontribusi gula terhadap keuntungan perusahaan kurang dari 40 persen, sisanya disumbangkan dari cogen (listrik) dan etanol. Diversifikasi produk ini bisa menjadi strategi keluar dari pasar gula dunia yang distortif dan harganya tidak stabil.

Di Indonesia, banyak pabrik gula yang sudah tua dan berkapasitas giling kecil (di bawah 3.000 ton tebu per hari). Saat ini ada 62 pabrik, yang 68 persen berumur di atas 80 tahun dan 80 persen terdapat di Jawa. Akibat mesin tua, kinerjanya tidak maksimal.

Selain itu, berbeda dengan pihak swasta, BUMN tidak memiliki lahan sendiri. Pasokan tebu sepenuhnya bergantung pada lahan petani, yang penguasaan budi daya tebunya beragam. Hal ini membuat pabrik tidak mudah mengintegrasikan kegiatan tanam, tebang, angkut, dan giling.

Apalagi, kebijakan industri berbasis tebu sering kali tidak konsisten. Misalnya, akhir 2009, pemerintah mencanangkan swasembada gula pada 2014. Tapi pemerintah masih memberikan izin pembangunan pabrik gula rafinasi berbahan baku gula impor. Pemerintah mendorong penggunaan bahan bakar alternatif seperti bioetanol tapi bioetanol dari PT Enero, anak BUMN bidang gula PT Perkebunan Nusantara X, hanya terserap dalam jumlah kecil.

Dengan kondisi seperti ini, tidak sepatutnya pemerintah menutup pintu buat merevisi atau bahkan mengubah kebijakan. Kementerian Perdagangan beralasan konsumen tidak sepatutnya ikut menanggung inefisiensi pabrik dengan menebus gula dengan harga tinggi. Tapi, membela konsumen tanpa menimbang kerugian produsen, tentu tak bijak. Akankah nestapa petani tebu berlanjut hingga tahun depan?

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya