Ujian Konsistensi KPK

Penulis

Rabu, 10 Oktober 2018 07:10 WIB

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, memberikan keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Senin, 8 Oktober 2018. Penyidik KPK telah mengembangkan penanganan perkara dugaan korupsi dalam pembangunan Dermaga Sabang tahun 2006-2011, dan menetapkan dua tersangka baru, yakni Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan orang kepercayaan Irwandi Yusuf, Izil Azhar, atas penerimaan gratifikasi sebesar Rp 32 miliar. TEMPO/Imam Sukamto

Konsorsium media IndonesiaLeaks telah merilis hasil investigasi mengenai perusakan bukti kasus korupsi oleh personel Komisi Pemberantasan Korupsi. Barang bukti yang berupa buku catatan aliran dana ke sejumlah pejabat itu amat penting. KPK semestinya menjerat pelaku dengan delik merintangi penyidikan sekaligus membongkar tuntas aliran duit itu.

Aliran dana tersebut semestinya dibeberkan dalam sidang pengadilan kasus suap Basuki Hariman pada tahun lalu. Importir daging sapi ini didakwa menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar dalam kaitan uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tapi, hingga keduanya divonis bersalah, aliran dana dalam buku catatan perusahaan Hariman itu tak pernah diungkap. Rupanya, sebagian halaman buku itu telah dirobek dan ada juga catatan yang dihapus.

Perusakan barang bukti itu dibeberkan secara detail oleh IndonesiaLeaks--kanal bagi para informan publik yang ingin membagikan dokumen penting. Kanal ini diinisiasi oleh Tempo Institute, Aliansi Jurnalis Independen, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara, Free Press Unlimited, dan didukung LBH Pers, Indonesia Corruption Watch, Greenpeace, Change.org, serta Auriga. Ada sembilan media yang menjadi anggotanya, termasuk Tempo.co.

Menurut IndonesiaLeaks, perusakan barang bukti itu terjadi saat kasus Basuki masih dalam penyelidikan. Tim KPK menemukan buku catatan tersebut ketika menggeledah kantor Basuki. Dalam buku ini tertulis beberapa aliran dana ke sejumlah kode nama termasuk yang diduga merujuk ke Tito Karnavian, ketika menjabat pejabatKapolda Metro Jaya yang kini menjadi Kapolri. Perusakan bukti diduga dilakukan oleh dua personel KPK, yakni Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun, yang kini sudah dikembalikan ke kepolisian.

KPK semestinya mengusut praktik kotor itu. Tak cukup dengan pemeriksaan internal, KPK seharusnya menjerat Roland dan Harun dengan delik menghalangi penyidikan. Ancaman pidana bagi perbuatan ini cukup berat: paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 12 tahun penjara.

Advertising
Advertising

Perbuatan dua anggota kepolisian itu tak jauh berbeda pengacara Lucas, yang kini menjadi tersangka kasus perintangan penyidikan. Ia diduga membantu kliennya, mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, melarikan diri. Sebelumnya, KPK juga menyeret pengacara Fredrich Yunadi ke pengadilan karena menghambat penyidikan Setya Novanto dalam skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik.

Tak cuma mengusut kasus Roland dan Harun, KPK seharusnya pula berupaya keras membongkar catatan aliran dana ke sejumlah pejabat itu. Penyidik mesti mencari bukti lain di luar buku catatan yang dirusak dan mengusut kasus ini lewat saksi kunci, termasuk Basuki. Pimpinan KPK semestinya menunjukkan keberanian untuk membongkar korupsi yang melibatkan pejabat mana pun, termasuk petinggi Polri.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya