Jebakan Hoaks Ratna Sarumpaet

Penulis

Selasa, 9 Oktober 2018 07:00 WIB

Aktivis Ratna Sarumpaet mengenakan rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2018. Ratna Sarumpaet, tersangka penyebaran berita bohong atau hoax tentang penganiayaan dirinya, resmi menjadi tahanan Polda Metro Jaya hingga 20 hari. ANTARA FOTO/Reno Esnir

Kisah bohong Ratna Sarumpaet tentang penganiayaan dirinya memperlihatkan kekerdilan kita dalam berpolitik. Penyokong pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilihan Umum 2019 tak segan menciptakan kabar bohong buat menyerang lawan. Perilaku ini akan merusak demokrasi sekaligus menciptakan permusuhan di tengah masyarakat.

Motif politik elektoral di balik kebohongan Ratna tampak terang-benderang. Dia mengklaim dianiaya tiga orang tak dikenal di dekat Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, pada 21 September lalu. Tapi yang dilapori Ratna bukan polisi, melainkan teman-teman politikusnya dan calon presiden Prabowo Subianto. Kubu Prabowo kemudian menggelar konferensi pers yang mengutuk keras penganiayaan terhadap Ratna.

Kebohongan itu terkuak setelah polisi mengungkap hasil penyelidikannya. Bonyok di wajah seniman teater itu ternyata efek dari operasi plastik di sebuah klinik kecantikan di Jakarta. Ratna sendiri akhirnya mengakui hal tersebutulah yang menyebabkan ia dipecat sebagai juru kampanye pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.

Drama memalukan ini masih berlanjut karena polisi terus mengusut kasus Ratna. Kamis pekan lalu, polisi menangkap Ratna di Bandara Soekarno-Hatta ketika ia hendak terbang menuju Santiago, Cile, mengikuti konferensi internasional wanita penulis naskah drama.

Kebohongan Ratna menambah panjang daftar hoaks menjelang pemilihan presiden. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, sepanjang 2017, sekitar 760 ribu kabar bohong dan ujaran kebencian disebarkan di media sosial. Sedangkan hasil penelitian Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia sepanjang Juli-September menunjukkan hampir 59 persen hoaks yang beredar di media berkaitan dengan pemilihan presiden dan kebanyakan digunakan untuk menyerang lawan politik.

Advertising
Advertising

Fenomena itu amat mengkhawatirkan. Kabar bohong yang terus direproduksi untuk propaganda politik akan selalu memunculkan pertikaian. Pada pemilihan presiden 2014 dan pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang lalu, hoaks bahkan memperuncing gesekan berbau ras dan agama. Propaganda hitam juga menutupi informasi yang lebih penting bagi pemilih, yakni rekam jejak serta visi dan program kerja calon.

Pencipta dan penyebar hoaks harus dibuat sadar bahwa mereka telah melakukan kejahatan yang membahayakan demokrasi. Aparat serta Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat menggunakan aturan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk membendung kabar bohong di media sosial. Pencipta dan penyebar kabar bohong bisa diusut tanpa harus mengorbankan kebebasan publik untuk berpendapat.

Kepolisian mesti menangani kasus hoaks secara adil karena praktik kotor ini dilakukan baik oleh pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga maupun Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Jangan sampai polisi hanya gesit mengusut kasus Ratna tapi lamban dalam mengungkap kasus lain. Kampanye hitam terhadap calon wakil presiden Sandiaga Uno oleh sebuah situs abal-abal merupakan contoh kasus hoaks yang belum diusut hingga sekarang.

Masyarakat pun memiliki peran penting dalam menangkal kabar bohong. Caranya: tidak menyebarkan informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Publik harus kritis terhadap kabar yang berseliweran di media sosial. Kasus Ratna Sarumpaet merupakan pelajaran berharga bagi kita semua untuk tidak mudah percaya kepada kabar yang belum terverifikasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya