Setelah Lucas Tersangka

Penulis

Rabu, 3 Oktober 2018 07:30 WIB

Advokat, Lucas SH. CN, menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 1 Oktober 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Penahanan pengacara Lucas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kian memperlihatkan sisi gelap perilaku advokat. Profesi yang berperan penting dalam penegakan hukum dan keadilan ini justru kerap disalahgunakan untuk melindungi kejahatan.

Lucas dijerat dengan delik menghalang-halangi penyidikan, yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Ia diduga membantu kliennya, mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, melarikan diri. Sejak dua tahun lalu, tersangka kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini masih buron. Sempat terjaring otoritas Malaysia dan dideportasi ke Jakarta, Eddy kemudian kabur lagi ke negara lain.

Langkah KPK perlu disokong. Selain penegak hukum yang korup, praktik kotor yang dilakukan pengacara juga merusak dunia peradilan kita. Melindungi klien yang terlibat suap juga menghambat pemberantasan korupsi. Ancaman pidana bagi perbuatan merintangi ataupun menggagalkan penyidikan korupsi cukup berat: paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 12 tahun penjara.

Hukuman seperti itu sudah dirasakan oleh pengacara Fredrich Yunadi pada Juni lalu. Ia divonis hukuman 7 tahun penjara karena merintangi penyidikan kliennya, Setya Novanto, yang terlibat skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik.

Kalangan pengacara sering bersembunyi di balik imunitas profesi yang diatur dalam Undang-Undang Advokat. Intinya, advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk membela klien di dalam dan di luar sidang pengadilan.

Advertising
Advertising

Hanya, aturan itu harus dibaca secara cermat. Kekebalan advokat otomatis gugur bila syarat “dengan iktikad baik” tidak dipenuhi. Membantu klien kabur ke luar negeri demi menghindari proses hukum jelas perbuatan yang beriktikad buruk. Tindakan ini menyebabkan terhambatnya pengusutan kasus suap panitera PN Jakarta Pusat.

Hingga sekarang kasus itu belum tuntas kendati hakim telah memvonis panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, dengan hukuman 5,5 tahun penjara pada Desember 2016. Edy dinyatakan terbukti membantu pengurusan sejumlah perkara, termasuk urusan peninjauan kembali kasus Grup Lippo. Perantara suap pun telah divonis 4 tahun penjara. Hanya, Eddy Sindoro, yang diduga menjadi otak penyuapan, belum bisa diseret ke pengadilan.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, yang sempat terseret kasus skandal itu, hingga sekarang juga belum dijerat. Dalam persidangan kasus Edy, peran Nurhadi juga belum terkuak. Bahkan sebagian barang bukti, yakni duit Rp 1,5 miliar yang disita KPK, dinyatakan tidak berkaitan dengan skandal suap Edy Nasution.

Tak cuma untuk memerangi praktik kotor pengacara, langkah KPK menjerat Lucas diharapkan pula akan mempermulus penuntasan kasus Eddy Sindoro dan Nurhadi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya