Perketat Pengawasan Investasi Berisiko Tinggi

Penulis

Kamis, 27 September 2018 07:00 WIB

Galaila Karen Agustiawan

Kasus yang menimpa mantan Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan perlu diselidiki dengan lebih saksama. Jika tidak ditemukan kesengajaan untuk melakukan korupsi, seharusnya kasus ini tak perlu dipaksakan. Apalagi jika kebijakan perusahaan telah dilakukan secara pruden dan melalui prosedur yang semestinya. Karen kini mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam investasi PT Pertamina di Blok Basker, Manta, Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Selain Karen, Chief Legal Counsel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan, mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan, dan bekas Manager Merger &Acquisition Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto juga menjadi tersangka.

Kasus ini berawal dari keputusan Pertamina mengambil alih 10 persen hak partisipasi di Blok BMG yang digarap perusahaan hulu migas Australia, Roc Oil Company Limited, pada Mei 2009. Tawaran yang tiba empat bulan sebelumnya itu menunjukkan data rata-rata produksi BMG tahun sebelumnya sebesar 8-12 ribu barel per hari. Akuisisi kemudian dilakukan berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project pada 27 Mei 2009.

Lewat akuisisi tersebut, Pertamina berharap memperoleh jatah sedikitnya 800 barel per hari. Namun, nyatanya, produksi rata-rata BMG sepanjang April-Desember 2009 hanya 2.517 barel per hari. Laju produksi minyak di blok ini belakangan terus menyusut.

Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan menilai ada kerugian negara hingga Rp 568 miliar akibat investasi ini. Kasus ini kemudian diusut Kejaksaan Agung sejak akhir 2016. Diduga terdapat penyimpangan dalam pengambilan keputusan investasi ini.

Advertising
Advertising

Kasus Karen ini perlu menjadi titik tolak baru bagi pemerintah dan Pertamina untuk memperketat pengawasan terhadap investasi yang besar dan berisiko. Kejaksaan menuding Karen tak melakukan uji tuntas atau due diligence secara semestinya, juga mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris Pertamina.

Investasi di bidang minyak dan gas bumi memang berisiko tinggi. Kesalahan mengambil keputusan bisa berujung pada tuntutan korupsi. Padahal kehati-hatian sudah dilakukan direksi. Ketika pengeboran gagal, kemungkinan risiko ini muncul sangat besar. Karena itu, perusahaan negara seperti Pertamina sebaiknya tak menggarap bisnis migas di hulu yang berisiko tinggi. Berfokus saja menjalankan kewajiban pelayanan publik atau bisnis komersial di hilir yang faktor risikonya kecil.

Jika BUMN Migas diarahkan menjadi korporasi yang secara penuh bersifat komersial, apalagi di sektor hulu, tentu harus ada kesamaan cara pandang pemerintah dan penegak hukum tentang risiko bisnis seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam perkara bisnis, wajar jika keputusan direksi memiliki potensi merugi dan hal ini tak selalu berarti pidana.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya