KPU Jangan Menyerah

Penulis

Senin, 17 September 2018 07:00 WIB

Ilustrasi KPU. TEMPO/Subekti

Semangat untuk menggelar pemilu yang hanya diikuti oleh calon legislator yang bersih berakhir antiklimaks. Mahkamah Agung (MA) akhirnya membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang partai-partai memasang bekas narapidana korupsi sebagai calon legislator. Keputusan itu tentu mengecewakan.

MA memang tak sepenuhnya bisa disalahkan. Secara legal-formal, Undang-Undang Pemilu memang tak melarang bekas koruptor mencalonkan diri. Putusan itu pun memenuhi unsur kepastian hukum, yakni PKPU tak boleh melampaui Undang-Undang Pemilu yang derajatnya lebih tinggi.

Masalahnya, penegakan hukum yang ideal semestinya juga mempertimbangkan aspek manfaat hukum. Hal itulah yang terlewatkan dalam putusan MA soal PKPU. Alih-alih memberikan manfaat, pencabutan PKPU tersebut justru membuka ruang bagi koruptor untuk kembali ke parlemen.

Seharusnya MA berani membuat terobosan dengan menambal "lubang" di Undang-Undang Pemilu. Apalagi PKPU tersebut sejalan dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Tanpa terobosan dalam hal peraturan dan perundangan-undangan, jumlah bekas koruptor yang kembali mencalonkan diri dan berpeluang duduk kembali di kursi Dewan bisa berlipat. Soalnya, jumlah wakil rakyat yang dipenjara lantaran korupsi terus meningkat. Tahun ini saja Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menjerat 61 wakil rakyat sejak Januari, tiga kali lipat dari tahun lalu.

Advertising
Advertising

Tentu saja KPU tak boleh langsung menyerah. Ide memberi tanda khusus kepada calon legislator bekas koruptor di dalam kertas suara bisa dicoba. Masih cukup waktu untuk mendesain ulang kertas suara. Pemilih harus tahu bahwa para calon wakil rakyat itu pernah berkhianat dan mencuri uang rakyat. Langkah itu juga bisa memberikan contoh berpolitik yang baik kepada masyarakat.

Mengingat waktu pemilihan kian mendekat, KPU sebaiknya segera menindaklanjuti ide tersebut. Apalagi Presiden Joko Widodo juga sudah terang-terangan menyatakan dukungannya. Dia bahkan mengklaim sudah mengajukan usul tanda pada kartu suara itu jauh-jauh hari.

Partai politik, yang biasanya alergi terhadap peraturan yang membatasi gerak politikus, banyak juga yang telah menyampaikan dukungan agar KPU menandai kartu suara. Beberapa partai politik bahkan menyatakan bertahan untuk tetap tak mengajukan bekas narapidana korupsi sebagai calon anggota legislatif, meski PKPU telah dibatalkan MA. Publik harus mengapresiasi langkah partai-partai politik itu dengan memilih kandidat yang bersih.

Sebaliknya, partai-partai politik yang ngotot mencalonkan bekas narapidana korupsi--dengan alasan para koruptor itu memiliki hak asasi untuk memegang jabatan publik--mesti dihindari. Caranya adalah dengan tidak memilih para bekas narapidana korupsi. Hanya dengan begitu kita bisa membersihkan DPR dan DPRD dari korupsi dan berharap kinerja mereka membaik.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya