Netralitas Siaran Menjelang Pemilu

Penulis

Rabu, 12 September 2018 07:00 WIB

Bakal calon presiden Joko Widodo (kedua kanan) berjabat tangan dengan bakal calon wakil presiden Ma'ruf Amin (kanan), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri), dan pengusaha Erick Thohir setelah memberikan keterangan terkait dengan formasi tim sukses kampanye nasional pilpres 2019 di Jakarta, Jumat, 7 September 2018. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Kekhawatiran terhadap sejumlah media televisi yang diperkirakan akan sulit bersikap netral dalam pemilihan presiden 2019 bukan tanpa alasan. Praktik lancung ini telah terjadi pada masa pemilihan presiden sebelumnya. Sayang, hukuman bagi mereka, seperti pencabutan izin siaran, tidak dilakukan.

Dalam pemilihan presiden nanti, semakin banyak televisi berpotensi memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Banyak pengusaha media kini tercatat sebagai pendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Salah satunya adalah Erik Thohir, pemilik Jak TV, Gen FM, dan Jak FM di bawah bendera Mahaka Group, yang pekan lalu resmi menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf.

Sebelum Erik bergabung, sudah ada Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum Perindo, yang juga menguasai jaringan MNC Media, di antaranya RCTI, Global TV, dan INews TV. Ada pula Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, yang mengendalikan Metro TV. Dalam pemilu legislatif 2014, sejumlah televisi swasta itu kelihatan betul mengikuti arah politik pemiliknya. Teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyangkut pelanggaran siaran dan Dewan Pers dalam soal jurnalistik dianggap angin lalu.

Pemilik televisi semestinya menjunjung tinggi asas netralitas dalam Undang-Undang Penyiaran. Isi siaran tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Pemegang izin siaran juga harus tunduk kepada Pedoman Perilaku Penyiaran yang ditetapkan KPI. Sesuai dengan pedoman ini, lembaga penyiaran, termasuk televisi, tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta pemilu. Lembaga penyiaran juga tidak boleh menyiarkan program siaran yang dibiayai peserta pemilu.

Dalam pemilu yang lalu, prinsip netralitas itu diabaikan. Ada televisi yang amat kentara menyokong salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden, bahkan larut dalam kampanye hitam menyerang pasangan lawan. KPI saat itu menilai lima media televisi tidak netral dalam menyiarkan pemilu. Lima televisi memberikan porsi pemberitaan lebih bagi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Adapun satu televisi menyiarkan secara berlebihan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Advertising
Advertising

Peta keberpihakan televisi akan berubah pada pemilu presiden mendatang, tapi hakikatnya sama: netralitas dalam penyiaran harus ditegakkan. Pemilik dan pelaku penyiaran semestinya menyadari bahwa frekuensi yang mereka gunakan adalah milik khalayak luas. Mereka tak boleh bersikap partisan dalam memberitakan kegiatan partai politik dan pasangan calon presiden-wakil presiden.

Bila pelanggaran seperti pada pemilu lalu kembali terjadi, Komisi Penyiaran tak perlu ragu merekomendasikan agar izin siaran mereka dicabut. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun harus berani membela kepentingan publik dengan mengambil kembali frekuensi dari pemilik televisi yang nakal. Frekuensi itu bisa dilelang lagi dengan seleksi lebih ketat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya