Praha

Senin, 10 September 2018 07:00 WIB

Asap yang mengepul dari sejumlah bangunan ketika suhu pusat kota Praha turun menjadi 11 derajat celcius di Rep. Ceko, 7 Januari 2017. REUTERS/David W Cerny

Di pekan ketiga Agustus 1968, Kota Praha nyaris hilang. Lewat tengah malam tanggal 20, 250 ribu anggota pasukan lima negara sosialis Eropa Timur, atas perintah kekuasaan Soviet di Moskow, bergerak masuk menduduki ibu kota Cekoslovakia itu. Prajurit Rusia, Jerman Timur, Polandia, Bulgaria, Hungaria, dengan bedil di tangan, tampak duduk di atas 2.000 tank dan deretan prahoto yang menderu di jalan-jalan.

Tak ada perlawanan bersenjata oleh orang-orang Cekoslovakia. Yang mereka lakukan hanya berteriak, memaki, mencoba menghalangi tank dengan bus-bus kosong, menyalakan api di beberapa bagian kota, dan membongkar nama-nama jalan agar pasukan asing itu tersesat. Mereka tak bermaksud perang. Satu-satunya tindakan kekerasan yang ekstrem adalah yang dilakukan seorang mahasiswa filsafat, Jan Palach: ia membakar diri, bukan orang lain, sebagai protes.

Orang-orang Praha itu hanya membangkang: mereka baru saja mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Partai Komunis setempat yang mencekik. Mereka ingin menggantikannya dengan "sosialisme berwajah manusia". Mereka hampir berhasil. Pimpinan Partai diganti, pers dan radio lepas sensor, para tahanan politik yang dulu dituduh "kontrarevolusi" dibebaskan. Dan "Musim Semi Praha", Praské jaro, dirayakan di musim panas itu.

Tapi tak sampai sebulan, euforia itu dihabisi. Tercatat 82 orang tewas kena tembak, 300 luka parah.

Bagi Uni Soviet, yang memimpin Eropa Timur di bawah Pakta Warsawa, sosialisme yang dikehendaki di Praha itu adalah pengkhianatan. Sosialisme dengan kemerdekaan bicara, sosialisme dengan pemerintahan yang tak sentralistis, sosialisme dengan perekonomian yang tak didikte kekuasaan politikya, "sosialisme berwajah manusia" ituadalah percobaan yang tak bertanggung jawab. Itu kebebasan: itu kemewahan.

Advertising
Advertising

Bagi negara-negara yang berdiri atas nama "kediktatoran kelas buruh", kebebasan hanya ada di masa depan. Sejarah adalah tugas bersama seluruh negeri sosialis ke masa depan itu. Jika orang-orang di Praha itu menolak itu, mereka akan melemahkan langkah. Proyek pembebasan kaum buruh yang dimulai Lenin di Rusia sejak tahun 1917 akan gagal.

Pendek kata, "Musim Semi Praha" adalah musuh harapan proletariat: sebuah gagasan borjuis.

Tapi tidak bagi orang-orang Cekoslovakia di pertengahan 1960-an itu. Bagi mereka, soalnya lebih mendalam: bagaimana menerima sejarah.

Terutama di Praha. Di kota itu masa lalu meninggalkan bekas yang membayang dengan pesonagedung-gedung tua di Malastrana, Jembatan Karel abad ke-15, arsitektur Art Nouveau di sela-sela itu. Tapi masa lalu juga meninggalkan trauma: perang agama, perebutan antar-kerajaan, penindasan kaum aristokrat.

Bagi para pembangkang, sejarah bukan tugas, melainkan kondisi yang tak terelakkan.?Bagi mereka, kondisi itu hanya punya kemungkinan luas jika dijalani dengan jiwa yang merdeka dandi sana-sinidengan kegembiraan.?

Tapi ini dianggap sesat.

Pada musim semi 1965, penyair Amerika Allen Ginsberggondrong, berjanggut lebat, botak, dengan lirikan gay, dengan mariyuana dan puisi yang memukaudatang ke Praha. Di lobi Hotel Ambassador, para pengagumnya menobatkannya sebagai "Raja Bulan Mei", Kral Majales. Sebuah guyon yang ternyata haram. Ginsberg diusir pemerintah komunis Cekoslovakia, meskipun ia musuh kapitalisme, perang, dan seterusnya.

Agaknya hanya Milan Kundera yang merumuskan ketegangan di tanah airnya dengan kocak dan dalambukan konflik dengan borjuasi, melainkan sengketa hidup yang "ringan" dengan sejarah yang "berat".

Kundera masuk Partai Komunis pada umur 18 tahun, pada 1948, tapi dua tahun kemudian ia dipecat. Kesalahannya: membuat sebuah parodi atas sajak seorang penyair komunis. Tokoh dalam novelnya, Lelucon (versi Inggris, The Joke), mungkin menyentuh kembali pengalaman sang pengarang: pada suatu hari, Ludvik Jahn mengirim sepucuk surat kepada pacarnya, Helena, yang dengan serius sedang mengikuti pekan indoktrinasi Partai: "Optimisme itu candu bagi rakyat! Iklim yang sehat berbau kebodohan! Hidup Trotsky!" Tak lama setelah itu, Ludvik Jahn dilaporkan, diinterogasi, dipecat dari universitas, dan harus menjalani tugas militer di tambang batu bara.

Ludvik, seorang pemuda sosialis, tentu tahu bahwa nama "Trotsky" adalah nama yang sudah dikutuk Stalin. Maka ia hanya mencoba lucu. Lelucon adalah tanda hidup sebagai sesuatu yang ringan di celah-celah sejarah. Bagi Kundera, bukan hanya lelucon yang seperti itu. Ia menulis novel buat menangkis yang "berat". "Semua novelku," katanya, "meruapkan napas antisejarah."

Sejarah, sebagaimana diproyeksikan Marxisme-Leninismeuntuk memenangkan sosialismeadalah narasi besar. Sejarah dengan ideologi seperti itu, seperti agama yang membuat orang memfokuskan diri ke surga, adalah jalan berbobot; ia beban, ia juga rantai. Sedangkan hidup, seperti novel, seperti lelucon, terbangun (dan bisa asyik) dari kebetulan-kebetulan, dari gerak bebas, bukan dari desain yang angkuh dan pasti.

Itu sebenarnya yang hendak dinyatakan Musim Semi Prahaperlawanan terhadap kepastian 10 ribu tank.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya