Hak Publik dalam Kampanye Ganti Presiden

Penulis

Selasa, 4 September 2018 07:00 WIB

Gerakan Deklarasi #2019GantiPresiden, yang dimotori Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera dan Neno Warisman, mendapat penolakan masyarakat di berbagai daerah. ANTARA FOTO/Rony Muharrman

SEPANJANG dilakukan dengan damai, tanpa ujaran kebencian, apalagi propaganda mengganti dasar negara, sebenarnya tak ada yang istimewa pada deklarasi gerakan ganti presiden 2019. April tahun depan, pemilihan umum diselenggarakan. Undang-undang melindungi warga negara untuk menyerukan kampanye ganti presiden, juga sebaliknya kampanye tak ganti presiden.

Pangkal soalnya adalah polisi dan aparat Badan Intelijen Negara yang berlaku lajak. Dua pekan lalu, polisi membubarkan deklarasi ganti presiden di Pekanbaru dan Surabaya. Di ibu kota Provinsi Riau, aktivis gerakan, Neno Warisman, dipulangkan paksa ke Jakarta. Di Surabaya, hotel tempat musikus Ahmad Dhani menginap dikepung massa dan deklarasi dibatalkan. Dhani adalah politikus Partai Gerindra yang selama ini dikenal anti-Jokowi. Meski tidak membesar, bentrok sempat terjadi antara pendukung dan penentang kampanye ganti presiden.

Polisi semestinya melindungi hak warga negara dalam menyampaikan pendapat. Untuk menghindari konflik, jika perlu, aparat bisa memindahkan lokasi aksi ke tempat tertutup. Kehadiran dan peran aktif BIN dalam pengusiran Neno Warisman mudah memantik curiga bahwa aparat intelijen sedang "mencuri panggung". BIN adalah lembaga telik sandi yang bertugas memasok informasi kepada aparat keamanan, bukan melakukan tindakan polisional. Kehadiran Kepala Badan Intelijen Daerah Riau di lokasi kejadian patut disayangkan. Alih-alih bersikap netral, polisi dan BIN kini berpihak pada salah satu kandidat presiden.

Presiden Joko Widodo tak selayaknya berdiam diri atas dua kejadian itu-juga peristiwa serupa yang terjadi sebelumnya. Sebagai peserta Pemilu 2019, ia memang diuntungkan jika deklarasi ganti presiden dibekap. Tapi, sebagai kepala negara, ia berkewajiban menjaga demokrasi dan hak sipil warga negara. Presiden selayaknya memastikan polisi dan intelijen bersikap netral. Dengan tak bersuara, Jokowi mudah dituding tengah "menikmati" keberpihakan aparat.

Para penggiat gerakan ganti presiden sepatutnya mawas diri. Betapapun konstitusionalnya, dalam sejumlah aksi mereka, sempat terdengar ujaran kebencian dan propaganda mengganti dasar negara. Tak sulit menduga ada keterlibatan Hizbut Tahrir Indonesia dalam aksi ini. Hizbut Tahrir adalah organisasi yang ingin syariat Islam menjadi ideologi negara dan, karena itu, telah dilarang. Terhadap ujaran kebencian dan propaganda melawan Pancasila, polisi hendaknya berlaku tegas.

Advertising
Advertising

Dengan kata lain, polisi hendaknya cermat dalam membaca keadaan. Mereka harus pandai memilah mana yang merupakan hak publik dan mana yang bukan hak publik dalam aksi ganti presiden. Sikap netral aparat juga mesti diterapkan terhadap mereka yang berkampanye "2019 tetap Jokowi". Ujaran kebencian dalam aksi ini juga harus ditindak-betapapun mereka mendukung pemerintah. Kelompok pro dan anti-Jokowi mesti menyadari bahwa kebebasan harus dijaga, termasuk dengan memastikan kebebasan itu tidak menabrak kemerdekaan orang lain.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya