Pada akhirnya, Escobar benar-benar menjadi candu.
Wujudnya, kekejiannya, kerakusannya, romantismenya yang nyaris menjadi mitos itu terus menerus menjadi magnet dan ditafsir oleh berbagai penulis dan sineas hingga hari ini, hingga lama-kelamaan penonton sungguh mabuk oleh rasa jemu.
Begitu banyak buku dan laporan panjang, film dokumenter panjang dan pendek hingga sulit menghitung secara rinci berapa jumlah karya yang menafsirkan sosok Escobar. Paling tidak sudah ada tujuh film dan serial televisi dan serial net yang mengangkat Escobar baik sebagai tokoh utama maupun sebagai tokoh pendukung. Film Loving Pablo karya Fernando León de Aranoa adalah tafsir terbaru yang ketujuh tentang sosok yang selama ini dianggap sebagai gembong narkoba terbesar sejagat.
Serial Netflix Narcos yang kini memasuki musim tayang ke empat yang menampilkan aktor Wagner Moura sebagai Escobar. Serial ini diceritakan dari sudut pandang agen DEA (Drug Enforcement Administration) AS Steve Murphy yang ditugaskan menangkap Escobar dalam keadaan hidup atau mati. Sedangkan film Loving Pablo yang diangkat dari buku karya jurnalis dan anchor televisi Victoria Vallejo tentu saja mengambil sudut pandangnya sebagai kekasih Pablo yang mengetahui bisnis si pacar hingga seluk beluk penyiasatan lalu lintas dari Colombia ke Florida, AS.
Beberapa judul lain memotret Escobar sebagai lambang kekuasaan yang hanya menampilkan sang raja sebagai pendukung adalah Escobar: The Lost Paradise (2014, Andrea di Stefano) yang bercerita tentang seorang pemuda yang jatuh cinta pada keponakan Escobar (Benecio del Toro) ; atau The Infiltrator (2015, Brad Furman) yang diangkat dari kisah nyata agen Amerika Robert Mazur (Bryan Cranston) yang masuk ke jantung jaringan bos narkoba Escobar. Ada lagi film American Made (2017,Doug Liman) yang menyorot kehidupan pilot TWA Barry Seal (Tom Cruise) yang menjadi agen ganda menyelundup kokain ke Florida, sekaligus menjadi mata-mata DEA.
Sementara serial Netflix Narcos masih saja berkibar-kibar bahkan setelah tokoh Escobar tewas di akhir musim tayang 2 yang dilanjutkan dengan kejayaan geng narkoba Cali yang tak kalah keji, film layar lebar Loving Pablo yang sedang tayang di bioskop Indonesia tampak sukar untuk bisa menandingi kedalaman serial tersebut.
Film Loving Pablo dimulai dari pertemuan Pablo (Javier Bardem) dan Victoria (Penelope Cruz) di sebuah pesta yang sekejap memperlihatkan mereka langsung saja tertarik. Hanya melalui beberapa adegan belaka, langsung saja Victoria menjadi perempuan yang sangat penting dan berpengaruh dalam hidup Pablo yang tentu saja menimbulkan kecemburuan sang isteri. Tetapi kisah Pablo, di dalam versi manapun, tak pernah mengeksploitir kisah cinta segitiga. Pablo seperti halnya lelaki manapun selalu berhasil mengelabui sang isteri dengan mengatakan ia akan meninggalkan kekasihnya demi keluarga, sementara karirnya sebagai politikus diguncang oleh musuh-musuhnya yang dengan mudah menjungkalkan Pablo dari kursinya di dunia politik Columbia.
Bisnis kokain Pablo Escobar yang semakin menggelora, karena dia menemukan cara untuk menguasai peredaran kokain di Florida dan New York, semakin pula membuat pemerintah Reagan panas dingin. Mereka mengirimkan agen-agen DEA terbaik –yang di dalam versi serial Narco menjadi peran utama dan narator—untuk menangkap Escobar dengan cara apapun.
Film ini adalah film kedua Javier Bardem yang tampil bersama isterinya Penelope Cruz, setelah 10 tahun silam mereka dipertemukan dalam film Vicky Cristina Barcelona (Woody Allen) di mana Cruz diganjar dengan piala Oscar. Meski Loving Pablo berhasil menggandeng dua nama besar ini dan bahkan mengajak Bardem sebagai salah satu produser, tetapi bagi penonton yang sudah telanjur menyaksikan serial Narcos, film ini adalah versi datar yang nyaris tak bernyawa dibanding kreasi Chris Brancato, Carlo Bernard dan Doug Miro yang berani menampilkan serial ini dalam bahasa Inggris maupun Spanyol sesuai tokoh yang tampil. Dalam serial Narcos, agen Steve Murphy menarasikan dalam bahasa Inggris, tetapi tokoh Escobar di antara para hambanya akan berbahasa Spanyol, sehingga bukan saja terasa otentik tetapi juga nyata.
Problem film arahan Fernando León de Aranoa ini menjadi buruk bukan karena narasi Penelope Cruz berbahasa Inggris dengan aksen Spanyol, tetapi karena narasi itu terjadi terus menerus dan digunakan untuk menjelas-jelaskan setiap langkah tokohnya. Sementara narasi Agen Steve Murphy dalam serial Narcos lebih sebagai jembatan antar waktu saat mereka melompat beberapa tahun kemudian. Karena sutradara Aranoa merasa film ini diangkat dari pengalaman pribadi Victoria Vallejo, maka dia menganggap tokoh Victoria perlu berceramah tak berkesudahan sepanjang film.
Para agen dalam film ini disorot dengan minim karena tampaknya tim film ini tak ingin membesarkan peran agen DEA. Satu-satunya bagian yang menarik dari film Loving Pablo, selain penampilan Javier Bardem yang meyakinkan, adalah tafsir kematian Escobar . Bahwa si raja narkoba itu tewas akibat tembak menembak dan dia ditemukan tergeletak di atas atap perumahan di sebuah desa terpencil , sudah menjadi bagian dari sejarah.
Namun karena tembak menembak itu begitu sengit antara agen AS DEA yang berkolaborasi dengan tim polisi Colombia melawan Escobar yang kelompoknya sudah mulai menipis, maka lahirlah banyak teori tentang kematian Escobar. Ada tiga peluru yang melumpuhkannya: di kaki, di pinggang dan di telinga yang menembus ke dalam batok kepala. Di dalam serial Narcos, mereka menggambarkan bahwa salah satu tembakan itu berasal dari agen DEA Amerika; sedangkan di dalam film ini digambarkan bahwa polisi Colombia yang melepas ketiga tembakan itu. Lalu ada teori lain yang mengatakan bahwa pasti Escobar bunuh diri karena dia pernah menyatakan terbuka jika dia sudah tersudut, dia akan membunuh dirinya sendiri dengan menembak telinganya.
Dalam hal ini, Loving Pablo tampak memilih sikap untuk sama sekali tidak memberi kredit pada AS, meski tetap menampilkan dengan obyektif bahwa kerajaan Escobar begitu lama berkuasa disebabkan karena kolusi yang kental antara sang raja dengan polisi, tentara , para birokrat dan bahkan sebagian masyarakat yang merasa selalu dibantu secara finansial. Film ini juga sama sekali tak menyentuh fakta bahwa sesungguhnya para agen DEA, polisi Colombia dengan segala rasa berat bekerja sama dengan saingan Escobar, yaitu Cali Cartel, untuk bisa menangkap si gembong yang nyaris tak terkalahkan itu (sehingga tak heran, begitu Escobar tewas, Cali Bartel Berjaya).
Tetap selebihnya film karya Aranoa ini adalah sebuah upaya mubazir. Penelope Cruz jauh lebih menakjubkan dalam film Blow (2001, Ted Demme) yang menampilkan dia sebagai isteri Mirtha Jung, isteri George Jung (Johnny Depp) , pengedar narkoba jaringan Escobar yang mahir bersiasat yang belakangan diceraikan sang isteri. Bardem tentu saja tampil prima sebagai Escobar dengan banyak wajah, romantis dengan Victoria; penuh kasih dengan sang isteri, keji dan gemar menggergaji musuh-musuhnya (mereka digantung terbalik dan digergaji oleh para anggota geng sementara Escobar menyaksikan sembari makan kacang). Tetapi pada akhirnya itu semua tak cukup menampilkan film yang secara keseluruhan menyergap perhatian.
LOVING PABLO
Sutradara: Fernando León de Aranoa
Skenario: Fernando León de Aranoa
Berdasarkan buku memoar “Amando a Pablo, odiando a Escobar” (Loving Pablo, Hating Escobar), karya Virginia Vallejo
Pemain: Javier Bardem, Penelope Cruz