Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menghapus tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) perlu dikaji ulang. Kebijakan seperti itu bisa menjadi langkah mundur dalam upaya meningkatkan reformasi tata kelola sektor pertambangan.
Rencana menghapus piutang itu perlu mendapat perhatian, mengingat jumlah tagihannya relatif besar pada saat kondisi keuangan negara sedang morat-marit. Hingga Agustus 2018 ini, tunggakan PNBP sektor minerba mencapai Rp 5,2 triliun, dan Rp 2,1 triliun di antaranya berasal dari tunggakan sejak 2004.
Piutang macet itu sebagian besar berasal dari perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) skala kecil, dengan keberadaan pemilik sudah tak diketahui. Jumlah Rp 2,1 triliun itulah yang dipertimbangkan untuk dihapus. Tujuannya, agar hal yang tidak layak lagi dijadikan sebagai kekayaan negara tak lagi tercatat dalam neraca pemerintah.
Jumlah yang diputihkan itu mencapai 15 persen dari target pemasukan PNBP minerba untuk 2018 senilai Rp 32,09 triliun. Meski memiliki payung hukum, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Penghapusan Piutang Negara, pemutihan itu sebaiknya tidak gegabah dilakukan. Perlu upaya-upaya kreatif sebelum jalan terakhir tersebut ditempuh.
Satuan tugas yang sudah dibentuk Kementerian Energi sebelumnya perlu melakukan kerja lintas bidang bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM serta aparat penegak hukum untuk menyelesaikannya. Pemerintah juga sebaiknya mengumumkan perusahaan-perusahaan bermasalah itu. Ini sesuai dengan semangat keterbukaan yang menjadi esensi reformasi tata kelola sektor itu. Hal tersebut juga bisa mendorong keterlibatan publik, yang kerap memiliki informasi berharga.
Rencana pemutihan tunggakan seperti di atas juga bisa menghilangkan efek jera bagi para pelanggar. Dalam kasus ini, pemerintah justru dituntut untuk lebih tegas dalam menegakkan hukum, mulai dari penghentian operasi usaha hingga menyeret pelanggar ke ranah hukum seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Dalam undang-undang itu, pada Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), para penunggak serupa bisa dikenai hukuman penjara hingga setahun.
Langkah lain untuk memberi efek jera adalah membuat daftar hitam (black list) berisi pengelola perusahaan bermasalah tersebut, juga pihak penerima manfaatnya (beneficial ownership) yang selama ini seperti tak terjangkau hukum. Daftar hitam itu dapat menjadi pegangan instansi lain, termasuk badan keuangan yang biasa memberikan akses modal.
Aturan yang tepat dalam menangani tunggakan PNBP ini sangat diperlukan untuk menggenjot sumbangan sektor ini pada anggaran negara. Dengan tata kelola yang lebih baik, kontribusi sektor minerba bisa melebihi target saat ini, yang hanya delapan persen dari pemasukan PNBP nasional sebesar Rp 275,4 triliun. Langkah yang tepat dan antisipatif perlu dilakukan untuk memastikan program ini lepas dari praktik korup.