Idrus Hilang, Gumiwang Terbilang

Penulis

Senin, 27 Agustus 2018 07:30 WIB

Idrus Marham (kiri), dan Menteri Sosial yang baru dilantik, Agus Gumiwang Kartasasmita, berangkulan saat upacara Sertijab di Gedung Kementerian Sosial RI, Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018. Agus mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya posisinya di tim kampanye pemenangan kepada Jokowi. TEMPO/M Taufan Rengganis

PENETAPAN Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Menteri Sosial menunjukkan Presiden Joko Widodo lebih mendahulukan kepentingan elektoral dirinya ketimbang menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional. Pekan lalu, politikus Golkar itu diangkat menjadi pembantu Presiden menggantikan Idrus Marham, yang mundur karena menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alih-alih mengangkat menteri dari kalangan profesionalyang bisa menjamin terlaksananya program pemerintah tanpa vested interest partai politikJokowi kembali mempercayakan Kementerian Sosial dipimpin politikus Golkar. Padahal Kementerian Sosial adalah lembaga strategis dalam penyaluran bantuan dan upaya penanggulangan kemiskinan.

Selama ini, Agus tak dikenal memiliki rekam jejak dan pengalaman dalam urusan bencana dan kemiskinan. Di tengah ancaman pelbagai kesusahan, pemerintah memerlukan menteri yang lincah agar dalam waktu yang sempit di akhir pemerintahan Jokowi anggaran negara di bidang bantuan sosial bisa efektif disalurkan. Dengan mengangkat Agus, Jokowi juga mencampuradukkan tugas pejabat negara dengan tim pemenangan. Sebelum ditunjuk sebagai menteri, Agus merupakan bendahara tim sukses Jokowi-Ma’ruf Amin.

Motif elektoral Jokowi ini layak disesali. Presiden sebetulnya punya kesempatan mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah dengan mengurangi jatah partai di dalam kabinet. Mencemaskan masa depan koalisi dengan menunjuk wakil partai di kabinet merupakan tindak berlebihan. Bagaimanapun, koalisi pendukung Jokowi sudah terbentuk dengan Golkar sebagai salah satu penyokong. Dengan menunjuk menteri nonpartai, Jokowi justru berkesempatan meraih lebih banyak simpati publik.

Gelagat penerapan politik elektoral oleh Jokowi sebetulnya sudah terlihat ketika mengangkat Idrus Marham sebagai Menteri Sosial pada Januari lalu. Ketika itu, Idrus menggantikan Khofifah Indar Parawansa, yang mundur karena mencalonkan diri sebagai kandidat Gubernur Jawa Timur. Penunjukan Idrus sempat menjadi omongan karena, dalam pemilihan presiden 2014, ia adalah "panglima tempur" tim Prabowo Subianto, rival Jokowi.

Advertising
Advertising

Pengangkatan Idrus melengkapi sikap terbuka Jokowi terhadap Partai Golkar. Sebelumnya, Presiden mengangkat Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian. Airlangga adalah Ketua Umum Partai Golkar, setelah Setya Novanto, ketua sebelumnya, tersingkir karena perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Jokowi membuka pintu kepada Golkar untuk memperkuat koalisi pemerintah menjelang pemilihan umum tahun depan.

Apa yang terjadi pada Idrus Marham semestinya mengingatkan Jokowi tentang perlunya berhati-hati dalam memilih menteri. Idrus merupakan menteri pertama dalam pemerintahan Jokowi yang menjadi tersangka korupsi. Ia diduga terlibat pengaturan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada 2017. Anggaran proyek ini dibahas dua tahun lalu. Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Eni Saragih diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes B. Kotjo, pengusaha yang mengerjakan proyek tersebut. Penyidik KPK menangkap Eni di rumah dinas Idrus ketika tuan rumah sedang merayakan pesta ulang tahun anaknya.

Setelah menangkap Eni, KPK menggeledah rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Seperti hasil sementara penyidikan KPK, diduga ada perencanaan korupsi antara DPR, PLN, dan pengusaha dalam proyek tersebut. Karena itu, penyidikan terhadap Idrus harus terus dikembangkan sampai otak utama korupsi PLTU senilai Rp 12,87 triliun itu tercokok. Idrus terkait dalam korupsi ini karena posisinya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Eni adalah kader dan anak buah Idrus di partai itu.

Perkara Idrus Marham hendaknya membuka mata Jokowi bahwa pertimbangan elektoral tak selalu menguntungkan dirinyajuga orang ramai. Mengajak sebanyak mungkin partai koalisi masuk kabinet boleh jadi dapat memperkuat pemerintahan, tapi hal sebaliknya dapat pula terjadi: pemerintah terbebani oleh kepentingan partai. Perkara Idrus Marham menambah panjang daftar mudarat itu: coreng hitam kini tertoreh di wajah pemerintah pada usia yang belum genap empat tahun.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya