Evolusi Inflasi Inti

Penulis

Haryo Kuncoro

Kamis, 23 Agustus 2018 07:30 WIB

Pegawai bank menghitung uang dolar Amerika Serikat pecahan 100 dolar dan uang rupiah pecahan Rp 100 ribu di kantor pusat Bank Mandiri, Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018. Nilai tukar rupiah, yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore, 20 Agustus 2018, bergerak melemah 20 poin ke level Rp 14.592 dibanding sebelumnya Rp 14.572 per dolar Amerika. TEMPO/Tony Hartawan

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute

Pola pergerakan inflasi di Indonesia terus berevolusi. Inflasi inti, yang biasanya tetap (persistent) dan kontribusinya terhadap inflasi indeks harga konsumen (IHK) yang relatif stabil, belakangan mulai bergeser.

Badan Pusat Statistik mencatat inflasi IHK pada Juli 2018 sebesar 0,28 persen (tahunan 3,18 persen), tapi inflasi inti cukup tinggi, 0,41 persen (tahunan 2,87 persen), tertinggi sejak Januari 2017. Sejak awal tahun, inflasi inti memberi andil terbesar (0,24 persen) terhadap inflasi IHK dibanding kelompok non-inti, seperti harga pangan bergejolak dan harga yang diatur pemerintah.

Derap evolusi di atas dalam taraf tertentu masuk akal. Inflasi inti dipengaruhi oleh faktor fundamental. Dalam lingkup internal, beberapa komoditas, seperti tarif pulsa Internet dan uang sekolah, mengalami kenaikan. Dalam cakupan eksternal, inflasi inti terkait erat dengan fluktuasi nilai tukar rupiah.

Meski demikian, angka inflasi inti masih lebih kecil daripada laju penyusutan (depresiasi). Atas dasar ini, Bank Indonesia (BI) mengklaim dampak inflasi terimpor (imported inflation), atau inflasi yang dipicu oleh tingginya harga barang impor akibat pelemahan rupiah, masih terkendali. Klaim inilah yang agaknya mengundang perdebatan.

Advertising
Advertising

Secara teoretis, depresiasi semestinya proporsional dengan inflasi. Logikanya, pelemahan nilai tukar rupiah membuat harga produk impor lebih mahal. Agar margin usaha tidak tergerus, kenaikan harga barang impor akan dibebankan kepada konsumen lewat kenaikan harga jual. Pada gilirannya, inflasi pun terdongkrak.

Lebih rendahnya inflasi dibanding depresiasi dimungkinkan akibat perilaku substitusi. Konsumen mengurangi pembelian barang impor dan diganti dengan produk lokal sejenis yang lebih murah. Penyesuaian ini lazim ditempuh saat konsumen dihadapkan pada keterbatasan anggaran.

Dugaan substitusi bisa jadi juga berlaku pada proses produksi. Produsen mengurangi penggunaan bahan impor dan diganti dengan pasokan domestik. Ketersediaan substitusi memungkinkan produsen tidak terburu-buru menaikkan harga jual produk dalam menghadapi gejolak nilai tukar.

Terlepas dari berbagai kemungkinan tersebut, satu hal yang pasti adalah pengaruh depresiasi terhadap inflasi beroperasi tidak langsung. Efek depresiasi nilai tukar bekerja langsung pada harga impor dan harga produsen. Walhasil, klaim bahwa inflasi terimpor tetap terkendali-apalagi konsumsi rumah tangga telah pulih-perlu ditanggapi dengan hati-hati.

Studi empiris Tunc (2017) menunjukkan dampak depresiasi terhadap inflasi IHK adalah yang paling kecil dibanding inflasi indeks harga impor (IHI) dan indeks harga produsen (IHP). Fakta di Indonesia menunjukkan inflasi IHP dan inflasi IHI pada triwulan kedua 2018 masing-masing sebesar 3,79 dan 8,29 persen secara tahunan.

Karena itu, pengendalian inflasi yang semata-mata didasarkan pada IHK bisa keliru (misleading). Mengambil kasus di atas, produsen yang terpapar risiko selisih kurs tidak bisa terlalu lama menahan harga jual produknya. Akibatnya, inflasi IHK bisa melejit tanpa didahului gejala awal yang substansial.

Walhasil, kepekaan sempurna variabel inflasi dan depresiasi tampaknya hanya masalah waktu. Cepat atau lambat, proporsionalitas di antara keduanya akan tercapai. Merujuk pada pengalaman di berbagai negara, pengaruh utuh depresiasi terhadap inflasi memerlukan tenggat tiga bulan. Di lingkungan yang penuh ketidakpastian, proses itu bisa jauh lebih cepat.

Dengan alur logika di atas, kecilnya pengaruh depresiasi terhadap inflasi bukan lantas dimaknai bahwa inflasi perlu dilonggarkan. Inflasi IHK yang rendah lebih disebabkan oleh terkendalinya komponen inflasi non-inti yang kemudian bermuara pada penurunan jumlah penduduk miskin.

Sebaliknya, kecilnya pengaruh depresiasi terhadap inflasi menjadi alarm bagi BI untuk mengarahkan kebijakannya. Di masa mendatang, inflasi terimpor menjadi ancaman serius bagi upaya pengendalian inflasi sedemikian rupa sehingga depresiasi menjadi determinan utama inflasi inti dan inflasi inti menjadi dominan terhadap pembentukan inflasi IHK. Untuk itu, BI dituntut mampu mengelola nilai tukar rupiah.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya