Akrobat Politik Dua Koalisi

Penulis

Selasa, 14 Agustus 2018 05:40 WIB

Pasangan capres dan cawapres Jokowi - Ma'ruf Amin berdoa saat deklarasi di Gedung Joang 45 sebelum mendaftarkan diri ke kantor KPU, Jakarta, Jumat, 10 Agustus 2018. Keberangkatan Jokowi - Ma'ruf Amin ke KPU ditemani para ketua umum partai koalisi. TEMPO/Fakhri Hermansyah

Pembentukan koalisi calon presiden dan wakil presiden 2019 merupakan akrobat elite politik yang menyedihkan. Kedua pasangan kandidat, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tidak menggambarkan kesadaran para politikus untuk menjawab tantangan zaman.

Ma’ruf jelas dipilih demi kepentingan elektoral inkumben Jokowi. Dia dan koalisi pendukungnya, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura, lebih peduli pada "mengamankan suara Islam". Faktor kompetensi yang dikaitkan dengan situasi modern sama sekali dikesampingkan.

Aspirasi sebagian besar pendukung Jokowi yang selama ini selalu menyerukan pluralisme seolah-olah ditelikung begitu saja. Sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma’ruf merupakan pemberi stempel penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama. Ma’ruf pun memiliki riwayat buruk dalam hal kesetaraan hak berwarga negara.

Pembentukan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno pun jauh dari pesan demokratis. Sandi muncul begitu saja, hanya untuk menjawab kebuntuan partai-partai pendukungnya, yakni Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). "Pemaksaan jodoh" itu pun membuka perpecahan bahkan sebelum koalisi terbentuk, ketika Partai Demokrat yang selalu menyorongkan Agus Harimurti Yudhoyono merasa ditikam dari belakang.

Walau kemudian Partai Demokrat menyatakan bergabung dalam koalisi Prabowo-Sandiaga, intrik politik koalisi itu telah terbuka ke publik. Politikus Demokrat, Andi Arif, menuduh adanya "mahar" politik dari Sandiaga untuk mendapatkan posisinya. Informasi yang diperoleh Tempo menguatkan tuduhan itu. Sandi disebut-sebut menggelontorkan dana kampanye buat PKS dan PAN.

Advertising
Advertising

Dua koalisi yang terbangun hanya berorientasi pada kekuasaan. Kedua kubu gagal memperjuangkan idealisme bahwa kekuasaan hanyalah tujuan antara, demi meraih kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Koalisi semacam ini menjadikan partai-partai hanya sebagai office-seeking party, alat untuk meraih kepentingan elite. Sepak terjang partai akhirnya jauh dari aspirasi konstituen dan ideologinya.

Kubu Joko Widodo sebenarnya punya peluang membangun koalisi yang sehat. Sebagai inkumben, ia secara teknis punya keunggulan dibanding pesaingnya. Dia, antara lain, menguasai kekuasaan legal untuk menunjukkan kinerja yang baik--dan dengan begitu menarik simpati masyarakat. Jokowi semestinya bisa memilih teknokrat yang mumpuni sebagai pendampingnya pada periode kedua kekuasaannya.

Tantangan jangka pendek negara ini sungguh tak ringan. Ekonomi global yang membuat perekonomian nasional dalam tekanan, defisit neraca perdagangan, ataupun pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat perlu dijawab dengan cepat. Wakil presiden yang cakap akan menjadi sekondan bagi presiden terpilih.

Kedua pasangan, sejauh ini, belum meyakinkan untuk menjawab kebutuhan itu.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya