Atasi Ketimpangan dengan Pendidikan

Penulis

Najelaa Shihab

Jumat, 27 Juli 2018 07:26 WIB

Berbekal pengalaman menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan kemampuan mengajar ilmuagama Islam, pada tahun 2002 Marwan meneguhkan tekadnya untuk mengabdikan diri pada duniapendidikan di kampung halamannya, di Aikperapa, Lombok Timur, NTB. (Foto: TEMPO/Denis Arbi)

Najelaa Shihab
Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan

Ketimpangan adalah permasalahan besar yang berupaya diatasi pemerintah dengan berbagai pendekatan, seperti reformasi sistem finansial dan tata kelola korporasi. Strategi yang jarang dibicarakan adalah kekuatan pendidikan.

Esensi pendidikan adalah menumbuhkan potensi setiap anak. Dalam kata-kata Miles Courak, esensinya adalah memastikan masa depan anak tidak ditentukan oleh di mana atau dari siapa ia dilahirkan. Pendidikan sejak dini adalah intervensi antisipasi yang terbukti paling murah dalam jangka panjang (Heckman, 2017). Pengalaman Cina, Kanada, dan Finlandia menunjukkan bahwa pendidikan mempersatukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk partai politik yang berseberangan dalam isu kesejahteraan sosial.

Di era digital, relevansi pendidikan untuk mengatasi ketimpangan semakin nyata karena terjadi ke-

senjangan keterampilan. Para ahli memprediksi 22-60 persen pekerjaan berketerampilan rendah akan hilang dalam beberapa dekade ke depan (Frey & Osborne, 2013). Korban utamanya adalah anak berlatar belakang kemiskinan karena penguasaan teknologi menghasilkan ketidaksetaraan informasi yang besar.

Advertising
Advertising

Kenyataannya, mengatasi ketimpangan dengan berpihak pada anak dalam kebijakan pendidikan bukan pilihan populer. Politikus tidak mengandalkan sektor ini karena kurang mempengaruhi elektabilitas. Prosesnya jauh lebih panjang dari masa jabatan penguasa dan sering tidak nyata. Di sisi masyarakat pemilih, kepentingannya sebagai individu membuat isu pendidikan dan pemerataan bagi generasi berikutnya tidak relevan dibanding risiko seperti kehilangan pekerjaan.

Dengan komitmen dari pemangku kebijakan pun, belajar dari pengalaman Blair dan Brown di Inggris, misalnya, pendidikan banyak berfokus pada kepentingan orang dewasa, bukan anak. Paradigma dengan asumsi mekanisme pasar, yang hanya menguntungkan dalam jangka pendek, dan melupakan filosofi pendidikan membawa rangkaian masalah. Di Indonesia, salah kaprah yang sama adalah bagian dari benang merah kebijakan kita. Contohnya, kebijakan tunjangan guru yang diharapkan berjalan seiring dengan pemerataan kompetensi dan distribusi ternyata tidak mencapai tujuan, apalagi bila dikaitkan dengan pencapaian anak.

Analisis Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan pada peraturan pemerintah dan pengalokasian anggaran pendidikan sejak kemerdekaan menunjukkan bahwa isu ketimpangan cenderung dikebelakangkan. Pendekatan akses dan mutu tentu tidak bertentangan dengan ketimpangan. Namun tujuan pemerataan jangka panjang perlu diprioritaskan. Langkah seperti zonasi sekolah adalah kebijakan yang perlu didukung tapi perlu dipastikan agar tidak membatasi anak dari kondisi rentan ke sekolah yang menghalangi capaian optimal (Poder, 2016).

Strategi terpenting adalah dukungan kepada keluarga serta lembaga nonformal dan informal. Berbagai tunjangan finansial atau pun nonfinansial bagi orang tua anak usia dini akan memberikan modal keterampilan bagi anak, keluarga, dan negara. Bahkan, di usia anak 3 tahun pun, kesenjangan kemampuan anak yang terlahir dalam kemiskinan 27-40 persen dibanding anak yang lahir dengan sumber daya keluarga yang baik (Sacks, 2017). Sebanyak 57 persen anak Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan perlu dukungan, bahkan sejak sebelum dilahirkan.

Pendidikan nonformal dan informal berperan sentral dalam perubahan. Kita sering mengandalkan standardisasi, menyamakan pendidikan dengan persekolahan, tapi melupakan pengaruh pertemanan dan lingkungan serta pemberdayaan media dan diniyah. Dalam banyak konteks, formalisasi yang dialami anak, terutama anak marginal, adalah pengajaran berkualitas rendah. Padahal, banyak partisipasi publik yang efektif mendorong pertumbuhan anak, seperti literasi digital sampai pendidikan adat dan antikorupsi.

Tentu intervensi anak sejak dini, pengembangan keluarga, dan pelibatan publik bukanlah solusi instan untuk semua masalah. Strategi predistribusi maupun redistribusi harus beriringan, bagaikan dua sisi dari koin yang sama, untuk mengatasi ketimpangan dan meningkatkan mobilitas. Dengan keterbatasan kapasitas serta tuntutan anggaran, kita tidak bisa hanya berfokus pada metode transfer kesejahteraan secara tradisional. Kita perlu menunjukkan keberpihakan pada kepentingan anak yang membutuhkan modal sekarang untuk mencapai tujuan masa depan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya