Nama-nama di Kantong Jokowi

Penulis

Acep Iwan Saidi

Kamis, 26 Juli 2018 07:11 WIB

Presiden Joko Widodo makan malam bersama enam pimpinan partai politik, yaitu (kiri Jokowi) Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang, Ketua Umum PPP Romahurmuziy, dan (kanan Jokowi) Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 23 Juli 2018. Dok: Agus Suparto

Acep Iwan Saidi
Pembelajar Semiotika ITB

Kunci kemenangan calon presiden dalam pemilihan presiden 2019 berada di tangan calon wakil presidennya. Salah memilih pasangan, sebagai calon presiden, Jokowi dan Prabowo (jika mau mencalonkan diri lagi) akan menderita kekalahan. Suara Jokowi dan Prabowo sendiri telah definitif, sulit dikembangkan lagi. Kini, calon wakilnyalah yang akan menjadi magnet penambah suara yang signifikan.

Lantas, siapa yang akan dipilih Jokowi? Lima nama konon telah dikantongi. Beberapa orang telah eksplisit disebut, yakni Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Airlangga Hartarto, dan Mahfud Md. Sementara itu, tiga calon lain telah diinformasikan secara metaforis oleh Megawati dengan istilah "secerah matahari dari timur". Tidak ada lagi yang dari timur jika bukan Tuan Guru Bajang (TGB), Abraham Samad, dan Din Syamsudin.

Jika memilih "kawan sekubangan", Jokowi harus bekerja keras. Polarisasi seperti 2014 akan sangat mungkin terulang. Jika memilih tokoh dari partai oposisi atau pihak lain yang berseberangan-sebut saja dari lingkaran 212-Jokowi juga akan mengalami kendala. Tokoh yang dipilih akan sangat mudah untuk disebut sebagai "pengkhianat".

Bagaimana dengan teman lama, Jusuf Kalla (JK)? JK memang masih tampak berminat tinggal lebih lama di Istana. Didampingi Partai Persatuan Indonesia, JK maju menguji peraturan yang melarangnya menjadi wakil presiden lagi ke Mahkamah Konstitusi. Akan menangkah? Yang lebih penting adalah akankah Jokowi kembali meminang JK?

Advertising
Advertising

Bisa jadi JK memang masih memiliki pemilih fanatik. Tapi paket lama biasanya susah dijual. Konteksnya sudah jauh berubah. Usia JK yang sudah sepuh juga bisa menjadi titik lemah yang bisa "dimanfaatkan" lawan dan terlalu sulit pula membetot "efek Mahathir Muhammad" ke sini.

Jadi, siapakah yang mesti dipinang Jokowi? Mau tidak mau, Jokowi harus mengambil wakilnya bukan dari lingkaran terdekat, bukan dari partai politik, dus bukan dari lingkaran 212. Jokowi harus mengambil "sosok antara". Tokoh itu harus mampu menjadi jembatan, berada di antara Istana dan oposisi, dan secara umum berada di antara pihak-pihak yang sejauh ini berseberangan. Dalam kebudayaan Sunda, ia adalah Si Lengser, sosok yang mewakili pemilik rumah untuk menyambut tamu tapi tidak berada di dalam rumah; berdekatan dengan tamu tapi tidak berada di tengah-tengah tamu. Di posisi ini, kita bisa bertemu dengan beberapa nama, yakni KH Makruf Amin, Mahfud Md., Said Aqil Siroj, Abraham, dan Din. Tentu saja Jokowi juga harus mempertimbangkan usia, kemampuan finansial, basis massa yang jelas, dan lain-lain.

Di antara nama itu, Din kiranya yang paling memenuhi kriteria. Langkah "matahari timur" ini ke Istana lebih cantik. Ketika hiruk-pikuk kasus Ahok dan pemilihan Gubernur DKI, Din dengan lantang menyatakan akan memimpin umat untuk melawan jika umat Islam terus-menerus disakiti. Posisi Muhammadiyah dalam kasus ini juga berbeda dengan Nahdlatul Ulama. Muhammadiyah tampak berada di tengah, sedangkan NU condong ke Istana. Din lantas melangkah ke Istana melalui jalur "netral" pula, yakni menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban. Tidak ada catatan miring Din di lingkaran 212, juga ketika pilihan menjadi utusan tersebut diambilnya.

Tapi, tanda-tanda politik masih akan terus berelasi, saling menggenapkan sekaligus bisa saling meruntuhkan pesan yang dibangunnya. Merujuk pada semiotika Peircian, sampai pada saat deklarasi atau pendaftaran pada 4-10 Agustus nanti, posisi tanda akan tetap berkutat pada level sinsign, menunjuk ke referen yang spesifik tapi tidak legitimate (legisign). Dalam perspektif semiotika Barthesian, Jokowi masih akan terus bermain pada kode hermeneutic, kode yang mengirim pesan multitafsir, situasi yang terus-menerus menegangkan.

Dalam permainan tanda demikian, kita juga boleh menyebut satu tokoh yang sebelumnya sempat populer, yakni Gatot Nurmantyo. Bagi Jokowi, Gatot sebenarnya adalah "sosok di antara" itu. Sebagai militer humanis berbasis kebudayaan Tegal yang egaliter, Gatot dapat melengkapi Jokowi, sipil dari Solo yang basis kebudayaannya cenderung halus dan memusat ke keraton.

Tapi semua akan terpulang kepada Jokowi. Jokowi memang telah memasukkan nama-nama calon pendampingnya itu ke dalam kantongnya. Dan ia tidak akan mengeluarkannya secara acak atau sambil menutup mata.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya