Cincin

Senin, 23 Juli 2018 07:35 WIB

cincin pernikahan dari emas Wales 12 Maret 2018(REUTERS/Phil Noble)

Alkisah, adalah seorang gembala yang menemukan cincin ajaib. Hari itu ia sedang berada di sebuah bukit, ketika tiba-tiba hujan lebat turun, gempa mengguncang, dan bumi retak.

Ingin melihat lebih jauh apa yang ada dalam retakan itu, si gembala masuk ke celah itu. Ia temukan sebuah gua. Ia temukan sebuah patung kuda yang terbuat dari tembaga. Patung itu gerowong, dengan beberapa jendela di dindingnya. Ketika mengintip ke dalam, ia lihat sebatang mayat berukuran besar. Di jarinya seraut cincin.

Ia pun melepaskan cincin itu, mengenakannya di kelingkingnya, lalu melangkah ke luar, kembali ke gembalaannya. Ajaib: tiap kali ia putar mata cincin itu ke dalam, orang-orang di sekitarnya tak bisa melihatnya. Ia baru kembali kasatmata jika mata cincin itu ia putar ke arah sebaliknya.

Sejak saat itu, Gyges (ejaan Inggris untuk ), nama gembala itu, sadar betapa besar kemampuan yang ia miliki. Dengan menghilang, ia bisa masuk ke istana Raja, dan dengan keajaibannya ia bisa memikat hati Ratu. Mereka berzina. Tak hanya itu: Gyges membunuh Raja, dan dengan kemampuannya untuk menghilang, ia menguasai kerajaan.

Dalam kitab Politeia yang dengan menarik disusun Plato pada abad ke-4 sebelum Masehi, cerita ini dikisahkan kepada Sokrates, ketika pada suatu hari ia bersama beberapa kenalannya bertamu dan berdiskusi di rumah Cephalus. Yang berkisah Glaucon, sebagai ilustrasi ketika ia mengemukakan gagasannya tentang keadilan.

Advertising
Advertising

Bagi abang kandung Plato ini, keadilan tak datang dari sifat dasar seseorang. Andai kata ada dua bentuk cincin sakti, katanya, yang satu dipakai seseorang yang adil dan yang lain dikenakan seseorang yang tak adil, tak seorang pun dari mereka akan bersemangat menjaga keadilan. Keduanya akan melakukan hal-hal yang selama ini dianggap sewenang-wenang. Perbuatan adil dilakukan hanya karena dipaksa. Orang tak akan berbuat baik dalam ruang privatnya. Keadilan hanyalah laku yang dipaksakan dari luar dirinya.

Adeimantus, adik Glaucon, menegaskan: orang bukan memujikan keadilan karena keadilan itu sendiri, melainkan karena nama baik yang didapat. Pamrih ini juga, dan terutama, berlaku dalam hubungannya dengan dewa-dewa. Mereka mengharapkan karunia. Dan Adeimantus mengutip apa yang dikatakan orang, baik dalam puisi maupun prosa, bahwa keadilan, sementara dipujikan, adalah hal yang sulit dan penuh susah payah; sementara itu, sikap yang tak adil gampang dilakukan. Ia hanya memalukan dalam anggapan umum dan undang-undang.

Tampak bahwa Glaucon dan Adeimantus adalah suara yang ragu terhadap kebaikan batin manusia. Sinisme ini mungkin lazim dalam suasana krisis di Athena di abad ke-4 sebelum Masehi. Tapi mungkin juga mereka hanya ingin mendengar bagaimana Sokrates mengalahkan sinisme itu. Meskipun mereka ragu.

Keadilan, dalam pendapat kakak-adik ini, sama sekali tak kuat, sebab tak punya akar yang tahan waktu dan ruang. Sebaliknya perilaku yang tak adil. Cincin Gyges agaknya perumpamaan yang tepat untuk argumen mereka. Dalam keadaan tak terlihat, seseorang tak bisa dikuasai orang lain, sebab melihat adalah setengah menguasai. Dalam keadaan tak kasatmata, ia terlepas dari nilai-nilai-apabila nilai-nilai itu tak secara alamiah tertanam dalam dirinya.

Bagi Glaucon, pamrih itu alamiah, hati nurani tak pernah ada. Dewa-dewa tak menjaganya. Di takhta Olympus, mereka bisa disuap. "Para dewa... dapat dibujuk oleh doa-doa, oleh korban dan janji lembut," ujar Adeimantus mengutip puisi Homeros.

Berabad-abad kemudian, terutama sejak abad ke-19 Eropa, pandangan Glaucon-Adeimantus bergema dengan kuat. Marx tak menganggap ada sesuatu yang universal-juga nilai-nilai, juga kodrat manusia. Kodrat manusia, dalam pandangan Marxis, selamanya ditentukan formasi sosial dalam sejarah. Tak ada yang tertanam secara hakiki, tak ada hati nurani. Juga Freud melihat hati nurani lebih sebagai ekspresi rasa bersalah, ketika ego seseorang bertentangan dengan "super-ego", di mana mengendap larangan-larangan yang datang dari masyarakat untuk mengendalikan dorongan dasar insting manusia. Lacan, yang merevitalisasi theori Freud, menyebut "Sang Lain", l'Autre, yang merumuskan ukuran dan aturan.

Jika demikian, mungkinkah manusia dan masyarakatnya selamat dari cincin Gyges? Mustahilkah semboyan yang dalam bahasa Jawa dirumuskan sebagai "Sepi ing pamrih, rame ing gawe"?

Di celah-celah sinisme, yang menarik ialah bahwa perbuatan adil tak putus-putusnya dilakukan-dan kita akan sia-sia mempersoalkan, di manakah pamrih, di manakah keikhlasan. Keadilan dalam arti yang murni mungkin perlu dikemukakan sebagai sesuatu yang tak henti-hentinya ditegakkan sebagai model. Sokrates berkata kepada Glaucon: "Kita, seperti pemburu, harus mengelilingi apa yang menutupnya...." Sebab pada akhirnya, keadilan sejak mula berada di dekat kita-mungkin lebih dekat dengan urat nadi kita.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

18 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya