Setelah Tito Meninggalkan Bursa

Penulis

Kamis, 19 Juli 2018 17:30 WIB

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio di Gedung BEI, Jakarta Selatan, 28 Agustus 2017. Alfan Hilmi

BURSA Efek Indonesia menampakkan dua wajah di bawah kepemimpinan Tito Sulistio, yang berakhir bulan lalu. Perusahaan pengelola perdagangan saham itu semestinya mempraktikkan tata kelola yang baik. Namun, di bawah Tito, menurut hasil audit Otoritas Jasa Keuangan, BEI banyak menjalankan laku bisnis abu-abu.

Memimpin Bursa Efek sejak Juni 2015, Tito sebenarnya mencatat hasil lumayan. Pada penutupan perdagangan akhir 2017, indeks harga saham gabungan mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa. Jumlah investor aktif meningkat 110 persen. Jumlah dana yang terhimpun juga disebutkan merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, yakni mencapai lebih dari Rp 802 triliun. Sayangnya, di balik catatan positif itu, Tito tidak memegang akuntabilitas keuangan yang seharusnya menjadi contoh perusahaan-perusahaan peserta bursa.

Sejumlah penyelewengan yang diduga melibatkan Tito terjadi cukup lama. Pada audit 2017, OJK menemukan tujuh pelanggaran yang dilakukan Tito. Dua di antaranya menyebutkan, pemain saham senior itu menggunakan kas perusahaan untuk kepentingan pribadi. Ia juga disebutkan menggunakan uang perusahaan tanpa pertanggungjawaban.

Temuan lain berkaitan dengan investasi yang tidak jelas dan tak menguntungkan. Keputusan bisnis ini disebutkan memiliki niat buruk. Indikasinya, penanaman dana dilakukan melalui perusahaan manajemen aset yang terafiliasi dengan Melchias Marcus Mekeng, politikus Partai Golkar sahabatnya, yang menjadi penasihat senior pada perusahaan investasi itu. Padahal bunga yang dihasilkan dari investasi lebih rendah daripada yang ditawarkan bank negara dan bahkan bank daerah.

Tito mengambil keputusan sendiri untuk investasi BEI. Ia tidak melibatkan Komite Investasi, yang seharusnya berperan menentukan penanaman dana perusahaan. Ia bahkan mengganti semua anggota Komite pada awal 2017. Mereka tak pernah sekali pun menggelar rapat sejak dilantik.

Advertising
Advertising

Sebenarnya BEI memiliki Komite Audit. Namun komite yang seharusnya bertugas mengawasi dan menindaklanjuti temuan penyelewengan pada manajemen ini hanya menjadi pelengkap organisasi. Tito mengerdilkan bagian organisasi penting ini menjadi tak bergigi.

Dalam situasi ini, perlu dipertanyakan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap BEI. Sejak 2013, OJK menjadi lembaga yang mengawasi pasar modal menggantikan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Berbekal mandat ini, OJK melakukan audit pada Bursa Efek. Sayangnya, temuan-temuan yang dihasilkan tidak ditindaklanjuti dengan keputusan yang tegas.

OJK beberapa kali memberikan peringatan. Namun, meski temuan berulang, tidak pernah ada perbaikan yang dilakukan. Tito tetap bisa memimpin bursa hingga akhir jabatan. Ia bahkan mengikuti seleksi direktur utama untuk periode berikutnya, meski dinyatakan tidak lolos pada tahap seleksi.

Sudah semestinya manajemen baru di bawah Direktur Utama Inarno Djayadi tidak mengulang kesalahan-kesalahan pendahulunya. Pelbagai penyelewengan manajemen pengelola pasar modal itu bisa mengganggu kepercayaan investor, baik dalam negeri maupun internasional.

OJK sebagai pengawas pasar modal sepatutnya lebih tegas dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh lagi membiarkan kesalahan terus berulang, dengan alasan apa pun. Jangan sampai bobroknya keuangan BEI terus terjadi di tengah gencarnya kampanye akuntabilitas transaksi lembaga-lembaga keuangan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya