Saatnya Menjerat Sjamsul Nursalim

Penulis

Minggu, 15 Juli 2018 07:56 WIB

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO

KOMISI Pemberantasan Korupsi tak perlu ragu menjadikan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sudah terlalu lama kasus ini terkatung-katung meski para penyidik telah punya cukup bukti untuk menjerat pemilik perusahaan Gajah Tunggal itu dengan sangkaan korupsi dan kolusi.

KPK telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin A. Temenggung, sebagai tersangka. Ia pejabat negara yang memberikan surat keterangan lunas atas utang Sjamsul kepada negara. Audit dan penyidikan KPK menemukan, pengusaha Orde Baru itu tidak menunaikan seluruh kewajibannya.

Syahdan, pada 1998, akibat krisis ekonomi, pemerintah mengucurkan BLBI kepada sejumlah bank yang kesulitan likuiditas. Ketika ekonomi makin terpuruk, atas mandat Dana Moneter Internasional (IMF), pemerintah menutup 16 bank. Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul mendapat kucuran Rp 30,9 triliun dari total Rp 144,5 triliun dana BLBI.

Sjamsul memang mengembalikan sebagian utangnya. Namun BPPN menemukan ada yang tak beres dalam pelunasan itu. Salah satunya, Sjamsul dianggap melakukan kebohongan dengan menyatakan piutang kepada pihak ketiga sebagai aset lancar. Kenyataannya, piutang tersebut dalam kondisi macet.

Meski demikian, Kepala BPPN Syafruddin Temenggung mengeluarkan surat keterangan lunas atas nama Sjamsul Nursalim. Surat tersebut menyatakan Sjamsul telah menyelesaikan kewajiban Rp 28,4 triliun. Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan hasil audit investigasi atas pemberian surat lunas itu. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun. Alih-alih melunasi sisa utang, Sjamsul malah mengaku sakit, lalu pergi ke Singapura.

Advertising
Advertising

KPK mengklaim telah menemukan bukti kolusi antara Syafruddin dan Sjamsul dalam penerbitan surat lunas tersebut, juga aliran suap ke banyak pejabat di era Megawati. Syafruddin telah menjadi tersangka dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang, maka selayaknya Sjamsul dijerat karena menikmati keuntungan dari penyalahgunaan itu.

Selama tiga tahun KPK tersandera soal sepele: surat panggilan pemeriksaan tak pernah diterima pengusaha itu. Surat panggilan ke rumah dan tiga apartemennya di Jakarta dan Singapura selalu kembali ke kantor KPK. KPK tak ingin mengulangi kasus Budi Gunawan: menetapkan status tersangka tanpa didahului pemeriksaan tertuduh. Budi-kini Kepala Badan Intelijen Negara-yang disangka melakukan pencucian uang, menggugat KPK ke majelis praperadilan. Di pengadilan, KPK kalah: penetapan tersangka kepada Budi dianggap cacat hukum karena diambil sebelum sang calon pesakitan diperiksa Komisi.

Meski pernah kalah telak, KPK semestinya tak khawatir hal itu bakal terulang dalam kasus Sjamsul. Berbeda dengan Budi Gunawan yang belum pernah dipanggil, Sjamsul, yang berada di Singapura bertahun silam, telah dikirimi surat. Sepanjang memiliki bukti telah memanggil Sjamsul, Komisi tak perlu khawatir kalah. KPK memang harus membuktikan bahwa alamat-alamat pemanggilan itu merupakan tempat tinggal Sjamsul-yang dicek silang lewat dokumen resmi. Selain dipanggil di rumahnya, Sjamsul bisa dipanggil melalui pengacaranya. Sebab, meski raib, ia terbukti bisa menugasi peguam untuk mewakilinya menangani perkara hukum ini.

Kenyataan Sjamsul bisa menyewa ahli hukum meski tak tentu rimbanya ketika dikirimi surat semestinya akan menjadi pertimbangan hakim praperadilan. KPK bahkan bisa menjerat Sjamsul dengan tuduhan menghalangi penyidikan jika ia terus-menerus menghindar.

Pengusutan perkara Sjamsul ini harus segera dituntaskan. Menjerat Sjamsul bisa membuka pintu lain: mengusut lebih banyak orang yang terlibat dalam perkara BDNI dan menelusuri aliran suap ke banyak orang dalam rangka memanipulasi jumlah utang yang harus dibayarnya ke negara. Surat lunas tentu bukan hanya urusan BPPN, melainkan juga Komite Kebijakan Sektor Keuangan.

Menjerat Sjamsul adalah simbol penegakan hukum oleh KPK. Ia pengusaha yang dekat dengan keluarga Presiden Soeharto, juga sejumlah presiden setelahnya. Kroniisme dan keluasan jaringannya membuat dia tak tersentuh hukum. Jika KPK ragu menyeretnya ke muka hukum, lembaga itu akan membenarkan anggapan bahwa hukum di republik ini tak kuasa menyentuh orang kuat yang suka mengangkangi kekuasaan dengan uangnya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

59 menit lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya