Bom Waktu Utang BUMN

Penulis

Haryo Kuncoro

Senin, 9 Juli 2018 07:00 WIB

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kiri) berbincang dengan Menteri PUPR Basukii Hadimuljono (kedua kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kanan) dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelum rapat terbatas (ratas) di kantor Presiden, Jakarta, 30 Mei 2018. Ratas tersebut membahas kesiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1439 H. ANTARA/Wahyu Putro A

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute

Belum tuntas diskusi panas mengenai batas aman utang negara, belakangan muncul isu tentang utang badan usaha milik negara (BUMN). Per April 2018, misalnya, total utang BUMN dilaporkan mencapai Rp 4.825 triliun, melampaui utang pemerintah yang "hanya" Rp 4.100 triliun.

Utang BUMN diprediksi meningkat kencang seiring dengan kegiatan ekspansinya. Kementerian BUMN menghitung kenaikan utang BUMN akan menembus angka Rp 5.253 triliun atau naik 8,87 persen dari utang tahun lalu. Kenaikan ini bisa jadi merupakan konsekuensi logis dari BUMN sebagai perpanjangan tangan negara. Mereka harus melaksanakan mandat fungsi sosial sekaligus ekonomi tapi dengan pengelolaan keuangan yang terpisah.

Bidang operasi BUMN awalnya terbatas pada sektor yang membutuhkan investasi besar, tidak menawarkan keuntungan tinggi, tapi memberikan keuntungan sosial. Dalam perkembangannya, areanya meluas ke ranah yang lazim dikerjakan swasta. Dalam konteks ini, utang BUMN sejatinya merupakan hal yang lumrah.

Namun tren pertumbuhan utang BUMN yang melebihi pertumbuhan ekonomi nasional mengundang kekhawatiran. Rasio utang BUMN terhadap aset saat ini sudah mencapai 67 persen. Lampu kuning sudah menyala.

Advertising
Advertising

Lampu peringatan semakin terang jika melihat utang per sektor. Utang BUMN didominasi oleh perbankan. Ironisnya, perbankan pelat merah tahun lalu jorjoran membagikan dividen kepada pemegang saham (pemegang saham terbesar adalah pemerintah) alih-alih menahan laba untuk ekspansi usaha.

Padahal, berdasarkan kriteria aset, skala usaha, dan kompleksitas bisnisnya, bank-bank BUMN masuk kualifikasi berisiko sistemik. Kesulitan finansial sedikit saja akan berpengaruh pada perekonomian secara luas.

Cerita yang sama juga terjadi pada sektor konstruksi. BUMN karya banyak terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang menjadi proyek strategis nasional. Standard & Poors mencatat utang empat perusahaan konstruksi besar milik negara melonjak 57 persen dari tahun lalu menjadi Rp 156,2 triliun.

Lembaga pemeringkat utang global itu juga melaporkan rasio utang 20 BUMN konstruksi naik lima kali terhadap pendapatan kotor, melonjak jauh dibanding pada 2011 yang hanya satu kali. Intinya, neraca keuangan BUMN sektor konstruksi memburuk setelah aktif dalam berbagai proyek infrastruktur pemerintah.

Telaah atas komposisi utang BUMN sepertinya tidak mengubah simpulan awal. Utang BUMN sebagian besar bertenor jangka pendek yang tidak bisa segera ditutup dari laba usahanya. Sekitar 60 persen utang BUMN berdenominasi valuta asing. Jika nilai tukar rupiah terus melemah, beban utang BUMN pada saat jatuh tempo nanti tentu akan kian membengkak.

Apabila hal ini yang terjadi, BUMN akan menaikkan secara drastis harga produk guna menyehatkan kinerja keuangannya. Alternatif lain, BUMN terancam harus menghentikan investasi dalam lima tahun ke depan.

Dengan konfigurasi masalah di atas, pemerintah sudah semestinya konsekuen dan jujur mengakui utang BUMN akan menimbulkan tanggung wajib kontingensi pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara. Bila BUMN gagal bayar, pemerintah akan menanggungnya. Istilah populernya "too big to fail".

Selain itu, aset BUMN yang mencapai Rp 7.212 triliun pada akhir tahun lalu dicatat Kementerian Keuangan sebagai aset negara yang tidak dipisahkan dari aset pemerintah. Agar simetris, utang BUMN sudah semestinya dicatat sebagai utang negara, sehingga penanganannya lebih komprehensif.

Dengan alur logika ini pula, total utang sektor publik menjadi Rp 8.925 triliun. Dengan asumsi produk domestik bruto tahun ini sebesar Rp 14 ribu triliun saja, rasio utang sudah mencapai 63 persen, melebihi ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara yang 60 persen.

Rasio utang ini niscaya lebih tinggi lagi jika memperhitungkan utang Bank Indonesia, pemerintah daerah, bank pembangunan daerah, dan badan usaha milik daerah. Tanpa perlakuan yang sama dengan utang pemerintah, utang BUMN akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Ingat, krisis moneter 1997/1998 memberi pelajaran berharga perihal dampak buruk yang dipicu dari akumulasi utang yang tidak akurat.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya