Agar pemilu 2014 tidak terulang

Penulis

Senin, 9 Juli 2018 07:30 WIB

Sigi Sebut Prabowo Pesaing Terkuat Jokowi

HARI-HARI ini publik dihadapkan pada pertanyaan akankah persaingan keras Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada 2014 terulang dalam pemilihan presiden tahun depan. Jawaban atas pertanyaan itu baru akan didapatkan pada 10 Agustus nanti, tenggat pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum. Dalam sebulan ke depan, elite partai politik akan bermanuver, menjalin pelbagai lobi, untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing.

Empat tahun lalu, masyarakat terbelah dalam fanatisme membela pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (didukung PDI Perjuangan, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, serta Partai Hanura) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional). Pertentangan menjalar ke ruang-ruang publik dan ranah personal-termasuk merusak hubungan kekerabatan banyak orang. Sisa-sisa perseteruan 2014 itu masih terasa hingga kini.

Kemungkinan perseteruan kembali terbuka setelah tahun lalu Dewan Perwakilan Rakyat mempertahankan ambang batas minimal pencalonan presiden. Padahal pemilihan anggota Dewan yang hasilnya menjadi penentu hak partai politik mengajukan kandidat presiden baru akan digelar bersamaan dengan pemilihan presiden. Walhasil, partai-partai akan menggunakan tiket pencalonan presiden yang sebenarnya telah digunakan: hasil pemilihan legislatif 2014. Itu artinya hanya akan ada dua calon presiden, yakni Jokowi dan penantangnya. Melihat elektabilitas dan dinamika politik sejauh ini, penantang terkuat sang inkumben kemungkinan besar tetaplah Prabowo.

Kondisi politik ini sangat menyesakkan dada: sistem politik kita gagal menghasilkan calon pemimpin yang bisa bersaing di level nasional. Empat tahun berjalan dan Prabowo tetap menjadi politikus yang memiliki elektabilitas tertinggi sebagai penantang Jokowi. Partai-partai tidak menjalankan kaderisasi yang baik guna menghasilkan banyak calon pemimpin. Pemilih pun mungkin kembali hanya memperoleh dua pilihan kandidat-dengan sejumlah kelemahan pada keduanya.

Situasi ini makin buruk karena aturan ambang batas minimal pencalonan presiden tetap berlaku. Presidential threshold menutup peluang masyarakat mendapatkan calon alternatif. Dengan syarat ketat-hanya partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional yang dapat mengajukan calon-yang kemudian tumbuh adalah politik oligarki yang membuka pintu pada proses politik yang transaksional.

Advertising
Advertising

Kubu penantang Jokowi berusaha memadukan Prabowo dengan calon wakil presiden yang memenuhi kepentingan PKS atau PAN. Calon-calon dimunculkan, meski belum ada yang memuaskan anggota koalisi. Dalam situasi ini, Partai Demokrat, yang pada 2014 tidak bergabung pada kedua koalisi, berusaha mengajukan Jusuf Kalla dan Agus Harimurti Yudhoyono. Namun usaha ini juga sangat bergantung pada apakah ada partai lain yang bersedia berkoalisi membentuk poros ketiga.

Tarik-menarik di antara kepentingan kubu penantang itu akan membahayakan Jokowi. Jika "oposisi" gagal mencapai kesepakatan, Jokowi tidak akan mendapat lawan. Ia akan bertanding melawan kotak kosong sebagai calon tunggal. Untuk memenangi pemilihan, ia harus mendapatkan 50 persen plus satu suara. Pemilihan dengan calon tunggal jelas tak berkualitas. Kemungkinan lain yang tak kalah buruknya: calon boneka diciptakan hanya agar inkumben punya pesaing.

Mahkamah Konstitusi merupakan satu-satunya lembaga yang bisa mengubah peta permainan. Lembaga itu kini menangani gugatan uji materi terhadap aturan presidential threshold. Mahkamah semestinya konsisten dengan putusan yang mengabulkan pemilu legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak-dan otomatis menghapus ambang batas pencalonan presiden. Jika Mahkamah konsisten dengan putusan itu, peluang publik mendapatkan calon alternatif terbuka. Semua partai, baik lama maupun baru, juga tidak kehilangan hak konstitusionalnya mengajukan kandidat presiden. Transaksi bawah meja bisa dihindari. Persaingan keras yang membelah publik juga bisa direduksi. Tentu saja, tertutup pula kemungkinan Jokowi melawan kotak kosong.

Masih ada waktu bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengoreksi keadaan. Lembaga itu harus mengambil putusan berdasarkan prinsip-prinsip yang menjunjung hak konstitusional warga negara. Mahkamah tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sesaat para oligark.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya