Bongkar Korupsi Dana Otonomi Khusus

Penulis

Jumat, 6 Juli 2018 07:00 WIB

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf resmi memakai rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 4 Juli 2018. Irwandi terjaring operasi tangkap tangan KPK. Penyidik KPK resmi melakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tersangka Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam tindak pidana korupsi realisasi komitmen pemberian fee terkait dengan pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh pada Pemerintah Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Cita-cita menciptakan Indonesia tanpa korupsi terasa semakin sulit terwujud. Sekali lagi Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap kepala daerah yang tersangkut perkara korupsi. Kali ini yang dicokok adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Benar Meriah Ahmadi. Gubernur dan bupati ditangkap dalam satu kasus, sungguh ini rekor yang memalukan.

Penangkapan itu menambah panjang deretan coreng-moreng negeri ini. Sejak lembaga itu berdiri pada 2002, tercatat ada 78 kepala daerah yang diproses hukum, dari 92 kasus korupsi. Kepala daerah dan korupsi seperti dua hal yang tak terpisahkan.

Terbongkarnya kasus suap yang melibatkan Irwandi dan Ahmadi ini membuat publik terhenyak. Irwandi adalah gubernur pertama sejak konflik pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka berakhir pada 2006. Dia memimpin Aceh selama dua periode, 2006-2012 dan 2017-2022. Khalayak pun lalu bertanya-tanya tentang kemungkinan penyalahgunaan dana otonomi khusus yang digelontorkan pemerintah sejak 2006.

Dalam kasus ini, KPK baru mendapati kemungkinan penyalahgunaan dana otonomi tahun 2018 yang nilainya mencapai Rp 8 triliun.

KPK mencium jejak suap saat ada penyerahan uang Rp 500 juta dari pegawai swasta bernama Muyassir kepada Fadli-juga karyawan swasta. Setelah uang diterima, Fadli menyetor uang itu ke beberapa rekening. Komisi menduga uang Rp 500 juta itu merupakan pemberian Ahmadi kepada Irwandi dalam kaitan fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh 2018.

Advertising
Advertising

Hasil investigasi KPK juga mendapati dugaan Ahmadi meminta fee 10 persen kepada pengusaha yang menerima proyek. Dari fee itu, 2 persen masuk ke kantongnya, 8 persen ke gubernur.

Temuan pola permintaan fee 10 persen itu layak ditelusuri. KPK semestinya memeriksa proyek-proyek lain dari anggaran otonomi khusus itu. Jangan-jangan modus ini juga diterapkan di daerah lain.

Bancakan dana otonomi khusus yang dilakukan para kepala daerah ini sebenarnya sudah dikhawatirkan banyak kalangan. Aturan yang ada, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sangat membuka peluang korupsi para kepala daerah.

Dalam beleid itu disebutkan alokasi dana otonomi khusus yang disalurkan ke tingkat kabupaten tak lebih dari 40 persen. Selain itu, dananya tidak lagi ditransfer ke daerah, melainkan menjadi pagu di pemerintah provinsi. Akibatnya, pemerintah kabupaten yang ingin meminta dana harus mengajukan program sesuai dengan pagu yang ditetapkan gubernur dan disetujui DPR Aceh. Kewenangan besar di tangan provinsi inilah yang diduga menjadi celah gubernur untuk "bermain".

Pemerintah seharusnya menyusun mekanisme pengawasan yang lebih ketat. Tanpa perombakan sistem pengawasan, kita setiap tahun tetap akan melihat betapa banyak kepala daerah menggarong uang negara, lalu tertangkap KPK. Sungguh mengerikan bila hal ini menjadi seperti siklus jahat yang tak bisa diputus.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya