Ketidaknetralan Aparat Sipil dalam Pilkada

Penulis

Ikhsan Darmawan

Senin, 25 Juni 2018 07:00 WIB

Petugas KPU setempat melipat surat suara Pilkada 2018 Jawa Tengah di Ungaran, Kabupaten Semarang, 20 Mei 2018. KPU setempat menargetkan pelipatan surat suara tersebut dapat selesai paling lambat pada 24 Mei 2018 dan untuk persiapan keseluruhan logistik Pilkada 2018 Jateng dapat selesai pada H-5 Lebaran. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Ikhsan Darmawan
Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI

Hajatan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 diwarnai hal yang tak apik. Sejumlah aparat sipil negara (ASN) disinyalir kuat telah bersikap tidak netral. Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sampai akhir April 2018, terdapat 204 aduan pelanggaran kampanye pilkada yang melibatkan aparat sipil (Koran Tempo, 21 April 2018).

Ketidaknetralan mereka secara umum mengambil dua bentuk. Ada tindakan yang melanggar hukum pidana dan ada yang berkenaan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil Negara. Data dari sentra penegakan hukum terpadu menyebutkan, mendekati akhir April 2018, terdapat 252 laporan pelanggaran. Sebanyak 50 di antaranya termasuk tindak pidana pemilihan umum dan ditindaklanjuti oleh kepolisian. Sisanya, 202 laporan, berkategori non-pidana.

Pada pilkada serentak 2017, jumlah dugaan pelanggaran oleh ASN jauh lebih banyak. Berdasarkan data Desk Pilkada Kementerian Dalam Negeri, dari 1.256 laporan dan 878 temuan, 916 di antaranya menyentuh ranah pidana, 682 pelanggaran administrasi, 91 kode etik, 209 pelanggaran lainnya, dan 222 terbukti bukan pelanggaran.

Jumlah aduan dan laporan pelanggaran yang banyak itu tentu menjadi pertanyaan karena Undang-Undang ASN, khususnya Pasal 2 huruf f, menegaskan soal larangan keberpihakan pegawai negeri terhadap salah satu calon dalam pemilihan umum. Begitu juga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang melarang aparat sipil untuk tidak netral. Sanksi yang menanti juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Sanksi itu dari yang ringan sampai pada pemecatan.

Advertising
Advertising

Mengapa pelanggaran netralitas aparat sipil tetap marak terjadi? Saya berpandangan bahwa pelanggaran terus terjadi karena permasalahan dalam regulasi dan belum eksplisitnya keberpihakan elite politik di tingkat pusat terkait dengan sanksi bagi aparat sipil.

Riset-riset sebelumnya tentang netralitas aparat sipil telah dilakukan oleh Tamma (2016), Yuwono (2016), dan Muhdiarta dkk. (2016). Sayangnya, ketiganya lebih berfokus pada hubungan antara kepentingan pejabat publik daerah dan birokrasi serta persoalan etik.

Dalam perspektif teoretis, regulasi dan dukungan elite politik memiliki kaitan erat dengan birokrasi yang tidak netral. Huber (2009) mengatakan regulasi yang disertai dengan penegakan hukum penting untuk melindungi birokrat dari potensi berbuat tidak netral. Sedangkan Jewett dan Frey (2009) mengingatkan urgensi dari dukungan politik terhadap terwujudnya birokrasi yang netral.

Lemahnya regulasi terlihat pada belum disebutkannya secara langsung dan tegas sanksi yang akan diberikan terhadap praktik lancung aparat sipil. Penegakan hukum yang berjalan sebelumnya dan saat ini lebih kepada subyektivitas penegak hukum. Sebagai akibatnya, aparat sipil yang ingin coba-coba dapat berlindung pada belum pastinya sanksi atas pelanggaran tersebut.

Elite politik pusat juga kurang mendukung sanksi bagi aparat sipil yang melanggar. Menteri Dalam Negeri berhenti pada level mengingatkan agar aparat sipil menjaga netralitasnya. Komisi Aparatur Sipil Negara, yang bertugas mengawasi perilaku aparat sipil, baru sampai pada tindakan mengeluarkan surat edaran. Begitu juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang hanya membuat surat.

Seharusnya, para elite politik di tingkat pusat mendorong agar regulasi, misalnya Undang-Undang Pilkada, sebelum disahkan pada 2016, langsung memperjelas beleid tentang sanksi. Hubungan antara pengaruh regulasi dan dukungan politik terhadap birokrasi yang netral atau tidak paralel merupakan penjelasan dari Huber serta Jewett dan Frey di atas.

Selama regulasi masih lemah dan dukungan elite politik pusat terhadap sanksi bagi ketidaknetralan aparat sipil, selama itu pula pelanggaran akan terus terjadi. Saya merekomendasikan agar dua hal itu mendapat perhatian khusus pemerintah dan penegak hukum agar demokrasi yang sehat dapat terwujud di republik ini.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya