Usut Tuntas Kematian Yusuf

Penulis

Kamis, 28 Juni 2018 07:15 WIB

Muhammad Yusuf wartawan yang meninggal di LP Kotabaru saat persidangan, pada 6 juni 2018. Foto: tim pengacara M Yusuf

KEMATIAN wartawan Kemajuan Rakyat dan Berantas News, Muhammad Yusuf, dalam penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Ahad kedua Juni lalu, seharusnya bisa dihindari. Sedari awal, kasus yang terkait dengan sengketa pemberitaan tidak selayaknya masuk ranah pidana.

Insiden tragis ini berawal dari pengaduan PT Multi Sarana Agro Mandiri, perusahaan kelapa sawit milik pengusaha Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, awal tahun ini. Mereka menuding sejumlah berita yang ditulis Yusuf di dua portal beritanya telah mencemarkan nama mereka.

Sesuai dengan nota kesepahaman antara Kepolisian Republik Indonesia dan Dewan Pers, penyidik dalam kasus ini meminta pendapat Dewan Pers atas berita-berita Yusuf. Dalam pertemuan pertama pada akhir Maret lalu, Dewan Pers menilai bahwa dua berita itu menyimpan daif, antara lain, mengandung opini dan tidak berimbang. Mereka minta perkara jurnalistik ini diselesaikan dengan menempuh hak jawab dan pemuatan permintaan maaf saja.

Tak sampai sebulan kemudian, pada April, polisi datang lagi ke Dewan Pers dengan menunjukkan 21 berita Yusuf lainnya yang dimuat di kemajuanrakyat.co.id dan berantasnews.com. Kali ini Dewan Pers menyatakan berita-berita Yusuf tidak beriktikad baik karena dimuat berulang-ulang tanpa konfirmasi. Dewan Pers mempersilakan polisi memproses kasus ini di luar Undang-Undang Pers.

Rekomendasi Dewan Pers inilah yang kemudian digunakan polisi untuk menjerat Yusuf dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yusuf dinilai melakukan pencemaran nama dan menyiarkan ujaran kebencian di dunia maya. Di sini Dewan Pers perlu dikritik: sebagai lembaga yang diberi mandat melindungi kebebasan pers, mereka seharusnya mengarahkan agar sengketa ini diselesaikan melalui jalur perdata saja.

Advertising
Advertising

Tapi, tentu saja, porsi terbesar kesalahan ada pada aparat penegak hukum. Begitu dinyatakan sebagai tersangka, Yusuf ditahan polisi sambil menunggu persidangan. Padahal pria 42 tahun ini punya riwayat penyakit yang cukup mencemaskan. Dia sempat mengeluh sesak napas dan menderita nyeri di dada disertai muntah-muntah.

Ketika sidang berjalan, permintaan istri Yusuf agar penahanan suaminya ditangguhkan juga ditolak jaksa. Sejak itu, kesehatan Yusuf terus memburuk. Pertengahan Juni lalu, Yusuf kembali mengeluh sesak napas. Empat petugas Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru, tempat dia ditahan, sempat melarikannya ke rumah sakit, tapi terlambat.

Tak ada pilihan lain: polisi harus membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab kematian Yusuf. Jika polisi bertindak defensif, bahkan cenderung pasif, misalnya dengan tidak segera melakukan autopsi terhadap jenazah Yusuf, publik bakal menduga ada udang di balik batu. Apalagi kini beredar dokumen mirip salinan visum yang menunjukkan banyak memar pada badan Yusuf. Ada juga video yang memperlihatkan pundak lebam seorang pria yang diklaim sebagai Yusuf. Riwayat kedekatan sejumlah polisi dengan perusahaan Haji Isam pun sudah luas diketahui. Keterbukaan dan kecepatan polisi menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi akan menentukan bagaimana reaksi publik.

Kebebasan pers merupakan syarat mutlak berkembangnya demokrasi dan penghormatan terhadap nilai hak asasi manusia di Indonesia. Jurnalis yang melaporkan berbagai skandal dan pelanggaran punya peran penting jadi anjing penjaga untuk kepentingan publik. Kematian Yusuf mencoreng kebebasan pers di negeri ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya