Simalakama THR

Penulis

Jumat, 22 Juni 2018 07:15 WIB

Peserta demo Perempuan pekerja rumah tangga (PRT) membawa poster THR saat aksi May Day di kawasan Thamrin, Jakarta, 1 Mei 2018. Aksi ini diikuti ratusan peserta. TEMPO/M Taufan Rengganis

Tindakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengirimkan surat edaran kepada para kepala daerah tentang pemberian tunjangan hari raya pada akhir Mei lalu sungguh sembrono dan patut disesalkan. Jika kepala daerah mengikuti anjuran dalam surat edaran Tjahjo untuk mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mereka bisa ramai-ramai dijebloskan ke penjara karena melanggar Undang-Undang Keuangan Negara.

Ribut-ribut ini berawal dari kebijakan Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2018 tentang THR buat pegawai negeri sipil. Masalahnya, pemberian THR tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya terdiri atas gaji pokok, tahun ini pemerintah menambah komponen THR dengan tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja. Jumlahnya kini hampir setara dengan pendapatan satu bulan yang dibawa pulang (take home pay).

Perubahan komponen THR itu membengkakkan anggaran sampai Rp 35,76 triliun atau meningkat 68,92 persen dari pembayaran 2017. Menteri Keuangan Sri Mulyani menepis kekhawatiran kekurangan anggaran dengan menyatakan THR sebagai nomenklatur baru gaji yang seharusnya telah dialokasikan dalam APBD dengan sokongan dana alokasi umum dari pemerintah pusat. Namun sejumlah kepala daerah tetap menjerit karena anggaran daerahnya megap-megap. Di sinilah Tjahjo Kumolo turun tangan dengan menerbitkan surat edaran.

Surat Tjahjo tersebut bermasalah karena isinya, antara lain, meminta pemerintah daerah yang belum menyediakan atau tidak memiliki cukup anggaran untuk pembayaran THR segera menggeser anggaran. Tak hanya itu, Menteri Tjahjo juga menegaskan penyediaan anggaran itu boleh dilakukan dengan cara mengubah penjabaran APBD 2018 tanpa menunggu keputusan DPRD. Instruksi semacam ini membuat kepala daerah seperti dihadapkan pada buah simalakama. Jika itu diikuti, mereka bisa dituduh melakukan penyalahgunaan wewenang dan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika itu diabaikan, mereka bisa disemprot Kementerian Dalam Negeri.

Tjahjo mengklaim suratnya tak bermasalah karena penyediaan THR termasuk hal yang mendesak. Pasal 28 Undang-Undang Keuangan Negara memang menyebutkan pergeseran anggaran mendahului perubahan APBD di parlemen lokal dapat dilakukan dalam keadaan darurat. Di sini Tjahjo keliru: penyediaan THR sama sekali bukan sesuatu yang darurat. Tidak seperti bencana alam yang dapat terjadi tiba-tiba, penyediaan THR sudah bisa diprediksi tiap tahun.

Advertising
Advertising

Satu-satunya hal darurat yang terjadi dalam pemberian THR tahun ini adalah perubahan kebijakan pemerintah tentang besaran dan komponen THR. Ada dugaan, kebijakan baru ini didorong motif politik yang terkait dengan pemilihan presiden tahun depan. Jika itu benar, Presiden Jokowi harus dikritik karena membiarkan anggaran negara digunakan untuk keperluan politik di luar kepentingan publik yang lebih besar.

Seharusnya pemerintah tidak memaksakan pemberian THR yang tidak dianggarkan di daerah. Selain bermasalah secara hukum, keputusan ini bisa memaksa kepala daerah menunda sejumlah program pembangunan yang penting untuk masyarakat luas. Ini tak terhindarkan karena ruang fiskal pada anggaran belasan provinsi dan puluhan kabupaten/kota di Indonesia sudah amat rendah. Penambahan belanja secara mendadak semacam ini pasti membuat banyak rencana daerah porak-poranda.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya