Kembalinya Militer ke Urusan Sipil

Senin, 21 Mei 2018 07:38 WIB

Helikopter Apache AH-64E melakukan demonstrasi udara dalam serah terima di Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani Semarang, 16 Mei 2018. Serah terima ini dihadiri Wakil Dubes AS untuk Indonesia Erin Elizabeth McKee. TEMPO/Budi Purwanto

Poltak Partogi Nainggolan
Mahasiswa doktoral di Albert-Ludwigs-Universitaet Freiburg, Jerman

Hari-hari ini prospek konsolidasi demokrasi kita amat mencemaskan. Apalagi jika Komando Operasi Khusus Gabungan dalam perang melawan terorisme segera diluncurkan. Operasi militer dalam situasi negara tanpa kehadiran tingkat ancaman terorisme yang sudah jelas dan tepat akan membuat supremasi sipil kian lemah. Siapa yang patut dipersalahkan? Jawabannya: masyarakat sipil sendiri. Mereka tidak siap, dibandingkan dengan militer, dalam memahami dan menyikapi perkembangan lingkungan strategis.

Masyarakat sipil tidak siap mendukung penegakan hukum Kepolisian RI dalam menghadapi para teroris. Mereka tenggelam dalam budaya mayoritas diam. Elite sipil, terutama ulama, sebagai bagian terpenting dalam perang melawan terorisme, tidak mampu menghadang radikalisasi masyarakat, yang mendukung terciptanya situasi kondusif bagi munculnya para simpatisan dan pengikut baru kelompok-kelompok teroris.

Meluasnya sikap ambivalensi dan keterbatasan pengetahuan telah membuat mereka gagal memahami bahwa maraknya intoleransi dan radikalisme adalah bibit-bibit terorisme. Sementara itu, terorisme semakin mengancam, tidak hanya kehidupan umat, tapi juga peradaban dan kebebasan sipil. Padahal, jika saja para ulama dapat lebih jelas menarik batas dan tegas bersikap terhadap organisasi teroris, seperti Jamaah Ansharud Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), prospek konsolidasi demokrasi dapat diselamatkan.

Jadi, logis saja bila Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian cemas akan nasib (kehormatan) institusi dan anak buahnya di seantero Tanah Air. Daripada kemampuannya terus-menerus digunjingkan dan dipersalahkan atas bangkitnya perlawanan teroris pro-ISIS, kepolisian lebih baik membuka pintu untuk saudara tuanya, TNI, kembali. Saya tidak akan menyalahkan Tito atas perkembangan ini.

Advertising
Advertising

Keputusan pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan akan mengundang militer masuk ke urusan sipil. Tanpa ini saja, sipil sudah kesulitan merespons peningkatan ekstremisme beragama dan aksi terorisme. Dengan Komando di bawah kendali Panglima TNI, akan lebih sulit bagi sipil untuk melakukan kontrol demokratis atas reformasi sektor keamanan. Parlemen, yang seharusnya dapat menjadi tulang punggung demokratisasi, juga belum bisa diharapkan karena belum memiliki kemampuan untuk itu.

Keterbatasan pengetahuan, ketidakfokusan, dan kekurangseriusan para wakil rakyat dalam bekerja melengkapi rendahnya kapabilitas parlemen. DPR akan kesulitan untuk bisa mengoreksi, apalagi mencegah, TNI dari setiap tindakan yang salah dalam operasi dan pelanggaran kewenangan yang dapat terjadi kemudian. Dengan belum tuntasnya reformasi di sektor keamanan, masih absennya aturan pelibatan, dan belum dapatnya membawa pelanggaran pidana prajurit TNI ke peradilan sipil, sulit untuk berharap TNI terhindar dari penggunaan kewenangan yang berlebihan.

Kelalaian kita ini telah menciptakan risiko kian terbukanya kembali pintu masuk militer untuk urusan sipil setelah TNI belakangan ini ikut mengurusi sawah, stasiun, bandar udara, dan lain-lain. Dapat dimanfaatkannya peluang ini bukan kesalahan TNI semata. Sipil lalai untuk dapat menciptakan suasana yang dapat membuat TNI menjadi militer profesional.

Penerbitan peraturan presiden pengganti undang-undang untuk mengatur gelar Komando Operasi Khusus Gabungan tidaklah direkomendasikan karena sulit dikontrol sipil. Hal ini mengingat presiden dikelilingi orang-orang kuat yang mantan petinggi TNI. Mereka setiap saat lebih dapat mempengaruhi presiden dalam mengambil keputusan.

Adapun Presiden Jokowi, yang berlatar belakang sipil, memiliki kecakapan yang terbatas, apalagi untuk perkara supremasi sipil dan reformasi sektor keamanan. Selain itu, lobi masyarakat sipil dirasakan kian berkurang belakangan ini karena kultur supremasi sipil yang belum terbentuk, dan, sebaliknya, kultur militer masih kuat di pemerintahan. Konsekuensinya, penyelesaian amendemen Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme harus menjadi keniscayaan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya