Menjauhkan Bui dari Opini

Penulis

Selasa, 22 Mei 2018 07:00 WIB

Ilustrasi Penyebaran Hoax di Facebook. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

PENANGKAPAN Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri Kayong Utara, Kalimantan Barat, pekan lalu gara-gara komentar miringnya di media sosial soal aksi terorisme adalah tindakan yang berlebihan. Sebagai aparat sipil negara, guru itu memang sepantasnya mendapat sanksi etik dan administratif atas opininya yang tak berdasar. Namun menyeret perempuan berinisial FSA itu ke meja hijau dengan ancaman pidana sama saja memberangus kebebasan berekspresi.

Di era media sosial seperti sekarang, nyaris tak mungkin mengendalikan komentar dan opini jutaan warganet. Setiap orang bebas berpendapat apa saja, tentang apa saja. Selama ekspresi warga tidak menganjurkan kebencian dan mengajak orang melakukan kekerasan, tidak ada alasan untuk membatasi kebebasan itu. Apalagi menjebloskan pelakunya ke bui.

Di akun media sosialnya, FSA menuding aksi pengeboman tiga gereja di Surabaya sebagai rekayasa polisi belaka. Tanpa menyertakan bukti apa pun, dia menuding pengeboman itu bertujuan mencoreng nama Islam, mencairkan dana antiteror triliunan rupiah, dan mengalihkan isu pergantian presiden pada 2019. Pengguna Internet yang rasional bisa mengukur sejauh mana akurasi komentar FSA yang mengada-ada itu.

Polisi seharusnya cukup menangkis kabar kibul yang disebarkan FSA dengan fakta. Dibantu jejaring aktivis media sosial antihoaks, komentar FSA dan semua yang senada dengan dia bisa dimentahkan dengan menyajikan data. Komentar miring dibalas dengan komentar yang meluruskan, begitu seharusnya aturan permainan di arena demokrasi. Melawan opini ngawur dengan penangkapan bagaikan menangkap nyamuk dengan meriam.

Tak bisa dimungkiri, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memang menyediakan amunisi untuk membidik orang seperti FSA. Pasal 28 ayat 2 aturan itu melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Masalahnya, definisi tindak pidana di pasal itu amat longgar dan rawan dipelintir sesuai dengan kepentingan polisi.

Advertising
Advertising

Kegeraman publik membaca berbagai komentar di media sosial yang permisif bahkan mendukung aksi terorisme bisa dipahami. Siapa pun yang memiliki akal sehat dan rasa kemanusiaan pasti tersentuh menyaksikan penderitaan korban aksi terorisme di Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok; di tiga gereja dan markas polisi di Surabaya; serta di markas polisi di Pekanbaru. Namun mengerahkan polisi untuk mengenakan sanksi pidana pada setiap komentar bodoh tak akan menyelesaikan masalah. Bisa-bisa penjara penuh oleh warganet yang nyinyir dan tak bisa mengendalikan jempolnya.

Riuh rendah di media sosial kebanyakan dipicu oleh rendahnya tingkat literasi digital warga. Lompatan teknologi yang cepat tidak dibarengi transformasi perilaku dan cara berpikir. Walhasil, banyak orang masih gagap memilah apa yang boleh dan tak boleh disampaikan di media sosial.

Karena itu, pemerintah seharusnya lebih aktif menggandeng elemen masyarakat sipil untuk mendidik warga agar bijak dan lebih santun berkomunikasi di media sosial. Media arus utama juga seyogianya bekerja lebih keras menyebarkan informasi yang kredibel dan terverifikasi. Tanpa itu, ancaman hoaks akan terus jadi momok yang meresahkan ruang publik kita.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya