Diplomasi Jeruk Mandarin

Penulis

Senin, 21 Mei 2018 07:00 WIB

Ilustrasi jeruk dan jus jeruk. Shutterstock

Kebijakan pemerintah "mencekik" impor jeruk mandarin dari Cina memaksa Perdana Menteri Li Keqiang datang ke Jakarta. Sejak awal tahun ini, pemerintah memang menahan surat persetujuan impor jeruk mandarin. Tujuannya tak lain agar Cina membuka keran impor bagi produk hortikultura Indonesia.

Diplomasi dagang jeruk mandarin itu rupanya membuahkan hasil. Pemerintah Cina bersedia menambah impor minyak kelapa sawit sebesar 500 ribu ton per tahun. Angka ini akan menambah ekspor minyak sawit kita ke Cina, yang mencapai 3,7 juta ton pada tahun lalu. Pemerintah Cina juga bakal mengimpor manggis, kopi, dan produk hortikultura lainnya. Sebaliknya, Indonesia diminta membuka kembali impor jeruk mandarin.

Pemerintah cukup cerdik mengaitkan neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan negara lain, yakni Pakistan. Dengan Cina, Indonesia menderita defisit, tapi mencatat surplus dengan Pakistan. Diplomasi segitiga Indonesia-Cina-Pakistan terbukti membawa berkah. Ekspor ke Cina dan Pakistan sama-sama meningkat dan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi Indonesia.

Perdagangan negara kita dengan Cina memang timpang. Selama bertahun-tahun, Indonesia selalu tekor dan jumlahnya terus membesar. Pada 2013, defisit perdagangan kita terhadap Cina sebanyak US$ 8,3 miliar, dan pada 2017 naik 71 persen menjadi US$ 14,2 miliar. Hal ini terjadi karena selama lima tahun terakhir rata-rata ekspor Indonesia ke Cina turun 0,1 persen, sedangkan impor negeri ini justru naik rata-rata 3,7 persen.

Berbagai upaya menggenjot ekspor ke Cina acap dihambat. Ada saja alasan pemerintah Cina membatasi impor dari Indonesia. Misalnya, buah manggis kita disebut mengandung penyakit kutu putih. Padahal manggis Indonesia bisa lolos ke Singapura, yang persyaratan impor produk hortikulturanya lebih ketat. Cina juga memberikan perlakuan berbeda kepada negara lain. Misalnya, salak dan nanas Indonesia tak bisa menembus tembok Cina, tapi bisa lolos kalau melalui Vietnam.

Advertising
Advertising

Defisit perdagangan dan berbagai hambatan itulah yang menjadi alasan Kementerian Perdagangan mulai memberikan tekanan kepada pemerintah Cina, tanpa harus melanggar aturan Organisasi Perdagangan Internasional (WTO). Salah satunya dengan tidak memberikan surat persetujuan impor jeruk mandarin pada Januari-Maret lalu. Indonesia ingin Cina membuka pintu impor untuk Indonesia, terutama produk-produk hortikultura.

Periode itu bertepatan dengan masa panen jeruk di Cina dan bersamaan pula dengan peringatan Imlek. Dampaknya luar biasa. Petani jeruk di Provinsi Fujian menjerit karena hasil panen mereka membusuk. Kerugian ditaksir mencapai US$ 36 juta atau hampir setengah triliun rupiah.

Berkebalikan dengan Cina, perdagangan Indonesia surplus terhadap Pakistan. Pada 2013, surplus Indonesia mencapai US$ 1,9 miliar, dan naik menjadi US$ 2,2 miliar pada 2017. Ekspor utama Indonesia adalah minyak kelapa sawit (CPO). Baru-baru ini, Pakistan bersedia membeli gas alam cair (LNG) dengan kontrak 10 tahun dan bisa diperpanjang selama 5 tahun. Imbalannya, Indonesia membuka impor jeruk kino dari Pakistan tanpa pembatasan.

Keberhasilan diplomasi dagang ini semestinya diikuti transparansi, terutama soal siapa yang paling diuntungkan dalam perdagangan antara Indonesia-Cina dan Indonesia-Pakistan. Hal ini penting agar pemerintah, terutama Kementerian Perdagangan, tidak dituduh menjadi ujung tombak kepentingan importir tertentu.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya