Terorisme dan Ketakutan

Selasa, 15 Mei 2018 07:15 WIB

Sejumlah anggota Gegana Sat-Brimob Polda Banten memeriksa pengendara sepeda motor di Alun-alun Serang, pasca Bom Surabaya, 14 Mei 2018. Pemeriksaan dilakukan guna mempersempit ruang gerak jaringan teroris menyusul serangkaian ledakan bom di Surabaya. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Nova Riyanti Yusuf
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Jiwa Jakarta

Dalam masyarakat Indonesia tampaknya telah muncul gejala dan gangguan berbasis ketakutan akibat teror. Berbagai cacian, makian, sumpah serapah, dan wujud konflik virtual lainnya telah ditampilkan masyarakat di berbagai media sosial. Fenomena ini tampil begitu personal-dengan tolok ukur agama, moral, politik, ideologi, spiritual, etika atau pengaruh-pengaruh lainnya-sedangkan terorisme itu sendiri tidaklah personal. Berbagai referensi mengatakan bahwa terorisme hampir bisa dipastikan mempunyai tujuan politis sehingga wujud ketakutan akan terorisme pun ikut tunduk pada manipulasi politik.

Tindakan teror jarang sekali sebatas sebuah perwujudan amarah tak bertujuan. Tindakan itu cenderung direncanakan secara hati-hati. Teroris adalah manusia, yang hampir sama dengan manusia pada umumnya, yang juga mempunyai atasan. Organisasi teroris membutuhkan pemimpin sampai dengan bawahan dengan pendanaan yang datang dari banyak sumber yang konon mencengangkan. Karena itu, jejaring-jejaring terorisme pun harus melalui proses seperti perusahaan pada umumnya, yaitu perekrutan.

Selama ini berbagai teori terus menyoroti perilaku bom bunuh diri, tapi sungguh sangat sulit untuk mengenali seorang teroris. Misalkan pelaku di Surabaya adalah sebuah keluarga. Hal ini bertolak belakang dengan proxy konsep pemikiran sosiolog Prancis, Emile Durkheim. Menurut Durkeim, individu yang terpinggirkan, belum menikah, berpendidikan tinggi, dan ekonomi baik, berkemungkinan besar akan direkrut untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.

Radikalisme harus juga dilihat dari kacamata psikologis dan problem psikososial. Proses perekrutan, yang dilanjutkan dengan penggemblengan dan indoktrinasi, sangatlah mungkin bersifat nepotisme. Hubungan kekeluargaan bisa sangat menentukan kedekatan dengan kelompok teroris. Tekanan sebaya atau keluarga juga sangat berperan. Faktor-faktor seperti tragedi personal dan keinginan balas dendam sangat potensial sebagai motivasi. Keterbatasan lapangan pekerjaan memberikan sebuah kemungkinan bahwa menjadi teroris adalah sebuah pilihan karier.

Advertising
Advertising

Terorisme sebagai sebuah fenomena sosial biasanya juga berakar pada konteks lokal. Ketahanan keluarga adalah salah satu jargon pentingnya pembangunan Indonesia dari unit terkecil. Tragedi hari ini menjadi sebuah satire yang memilukan pada saat media massa mancanegara mendeskripsikan bahwa peristiwa teror Indonesia dilakukan oleh "sebuah keluarga". Keluarga menjadi kata yang ternistakan.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Dimona, Israel, pada 2009 menunjukkan bahwa dukungan sosial dari teman adalah faktor protektif bagi remaja terhadap kemungkinan efek depresi akibat stres yang berkaitan dengan terorisme. Sementara itu, pada kasus yang terjadi di Surabaya belakangan ini, ada indikasi (yang belum terkonfirmasi) terjadinya pemaksaan dari orang tua terhadap anak-anaknya. Kalaupun tidak terjadi, ada banyak kemungkinan lain yang terjadi pada keluarga tersebut.

Akhir-akhir ini Indonesia cenderung lebih banyak mengalami serangan bom bunuh diri. Negara-negara yang mengalami perubahan tatanan sosial secara cepat tetapi tidak segera membuahkan hasil yang diinginkan dari peristiwa revolusioner tersebut dapat meningkatkan prevalensi bom bunuh diri, seperti Algeria (1992), Palestina (1993), bahkan Indonesia (1998).

Terorisme jelas memperdalam, memperburuk, dan memperkuat kebencian di Indonesia yang "masih terluka" akibat pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 yang segregatif. Pemberitaan yang bias tentang terorisme memberi teroris oksigen publisitas yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Sesulit apa pun, beberapa hal harus dilakoni Indonesia saat ini. Pertama, kesehatan jiwa masyarakat, yang ditunjukkan dengan ketenangan diri, kemampuan menahan diri, dan menjaga persatuan, adalah hal utama untuk memotong suplai oksigen bagi teroris. Kedua, pemangku kepentingan yang bertanggung jawab atas keamanan bangsa dan negara terus bersemangat dan disemangati untuk berikhtiar dalam menangani terorisme. Terakhir, selain mendalami dan menangani manifestasi ketakutan di dalam masyarakat, profesional di bidang kesehatan jiwa harus berusaha untuk memfasilitasi dialog bagi semua pemangku kepentingan dalam diskursus teror.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya