Hilangnya Isu Gizi Buruk

Penulis

Rabu, 9 Mei 2018 07:00 WIB

Seorang wanita menjaga dua anaknya yang mengalami gizi buruk akut mendapat perawatan di rumah sakit Mwene Ditu di Provinsi Kasai Oriental, Republik Demokratik Kongo, 15 Maret 2018. Gizi buruk dan krisis kemanusiaan itu merupakan dampak konflik internal yang mencengkeram Republik Demokratik Kongo. REUTERS/Thomas Mukoya

Khudori
Anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan

Kampanye pemilihan kepala daerah di 171 daerah telah dimulai. Sayangnya, para calon umumnya hanya sibuk menebar janji-janji manis, bukan solusi nyata atas problem-problem mendasar dan laten di masyarakat.

Salah satu isu penting yang seharusnya disoroti para kandidat adalah gizi buruk. Memang sudah ada upaya memunculkan isu ini dalam debat kandidat. Tapi isu ini sering kali jadi periferi dan pemanis belaka.

Isu ini kalah seksi dibanding isu pendidikan dan kesehatan. Mengapa? Pertama, sasaran program gizi buruk terbatas: hanya warga miskin dan kurang gizi. Adapun kandidat dituntut pandai-pandai meramu program yang bisa menggaet dan mencakup semua pemilih. Kedua, penuntasan masalah gizi buruk memerlukan waktu lama, tidak cukup hanya satu periode kepemimpinan. Konsekuensinya, hasil program ini tidak segera terlihat. Ujung-ujungnya, tidak mudah bagi kandidat untuk mengkapitalisasi hasilnya.

Hilangnya isu gizi buruk ini sebetulnya tidak terlalu mengejutkan. Di level nasional, isu ini telah lama menghilang dalam program pembangunan. Apa yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah adalah cermin kecil perpolitikan di tingkat nasional. Kejadian gizi buruk di Asmat, Februari lalu, hanyalah pucuk gunung es.

Advertising
Advertising

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 mengungkap potret buram beban ganda dunia gizi negeri ini: prevalensi gizi buruk anak di bawah lima tahun (balita) meningkat menjadi 5,7 persen dari 4,9 persen pada 2010. Adapun prevalensi gizi kurang anak balita naik dari 13 persen (2010) menjadi 13,9 persen (2013). Anak stunting (bertubuh pendek) juga meningkat dari 35,6 persen (2010) menjadi 37,2 persen (2013). Pada periode yang sama, angka gizi lebih anak balita turun dari 14 persen menjadi 11,9 persen. Di sisi lain, perbaikan pendapatan memungkinkan warga mengkonsumsi kalori dan lemak melebihi kebutuhan tubuh. Namun, tak hanya mengalami kegemukan, mereka pun bisa menderita obesitas.

Gizi buruk memang kompleks. Namun faktor utamanya adalah kemiskinan. Saat inflasi tinggi, harga pangan terasa mahal. Warga miskin yang 70 persen pendapatannya untuk pangan harus merealokasikan belanja dengan menekan pos non-pangan, seperti kesehatan dan pendidikan, atau beralih ke pangan inferior guna mengamankan isi perut. Dampaknya, konsumsi energi dan protein menurun. Rendahnya kualitas asupan gizi berdampak panjang bukan hanya pada kesehatan, tapi juga produktivitas dan kualitas sumber daya manusia.

Krisis gizi, tanpa kita sadari, mendorong lahirnya bencana sosial dan budaya yang amat serius. Bagaimana mungkin "bangsa kurang gizi" bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain? Bagaimana mungkin "bangsa kurang gizi" bisa kreatif dan mengemban tampuk kepemimpinan yang membawa negeri ini ke posisi terhormat di antara bangsa-bangsa di dunia?

Hilangnya isu gizi dalam kontestasi pemilihan kepala daerah harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu utama. Para kandidat wajib memastikan anak balita, ibu hamil, dan lansia memiliki akses terhadap gizi yang baik dan cukup. Negara harus hadir sebagai penjamin terpenuhinya hak pangan hingga di tingkat individu, seperti amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini dilakukan lewat beragam aksi: revitalisasi posyandu, bantuan pangan bagi anak balita dan ibu hamil, program tambahan makanan anak sekolah, subsidi pangan dan stabilisasi harga pangan, serta penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal.

Pemilih harus jeli memilih kandidat. Bagi pendatang baru, komitmen terhadap isu gizi buruk harus diikat pada alokasi anggaran yang memadai. Bagi inkumben, selain berkomitmen, bisa dilacak anggaran riil selama ini yang dialokasikan untuk gizi buruk. Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Jawa Timur, misalnya, sebesar Rp 30 triliun pada 2017. Dari total duit itu, 50 persen habis buat belanja rutin, Rp 8 triliun untuk hibah, dan Rp 7 triliun ditebar ke 56 satuan kerja perangkat daerah. Bagaimana mungkin masalah gizi buruk bisa tertangani dengan baik jika komitmen anggaran tidak memadai?

Investasi di bidang gizi sifatnya jangka panjang. Sebagai pemilih, masyarakat harus menyadari pentingnya memilih kandidat yang menghiraukan kebutuhan mereka: punya program gizi yang jelas.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya