Polemik Perpanjangan Cuti Lebaran

Penulis

Selasa, 8 Mei 2018 07:15 WIB

Salinan foto Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2018 yang ditanda tangani hari ini di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu, 18 April 2018. Kementerian PANRB

Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

Mudik Lebaran 2018 sudah di pelupuk mata. Tiket mudik pun sudah ludes diborong konsumen, khususnya untuk kereta api. Antusiasme publik juga kian membuncah manakala pemerintah memperpanjang masa cuti bersama Lebaran. Siapa yang tak suka hari liburnya ditambah, apalagi untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman. Namun kalangan pelaku usaha dan perbankan sangat keberatan dan meminta pemerintah merevisinya.

Jika dilihat dari proses pembuatan kebijakan publik, perpanjangan cuti bersama ini sangat absurd dan menggelikan. Hal ini menandakan kebijakan tersebut diputuskan secara linier, sepihak, dan tanpa memperhatikan pemangku kepentingan utama lainnya. Padahal cuti bersama diputuskan oleh tiga kementerian (Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) dan dikomandoi seorang menteri koordinator.

Secara linier, perpanjangan cuti bersama bisa dimengerti. Pemerintah ingin praktis, yakni agar arus lalu lintas lebih mencair, bahkan tidak terjadi bencana lalu lintas, yaitu gridlock (kemacetan total) saat mudik Lebaran. Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Royke Lumuwa, memprediksi mudik kali ini akan lebih macet, khususnya di ruas jalan tol. Prediksi itu cukup beralasan karena pada masa mudik ini akses jalan tol Trans Jawa sudah tersambung 100 persen, walau di beberapa ruas masih belum sempurna. Tersambungnya akses ini akan mendorong bangkitan lalu lintas jalan tol. Masyarakat akan beramai-ramai menggunakannya sebagai alternatif jalur utama. Bahkan keberadaan jalan tol ini bisa memacu semangat untuk mudik dengan kendaraan pribadi.

Itulah persoalan utamanya. Arus mudik selalu didominasi kendaraan pribadi. Akses dan kapasitas angkutan umum sangatlah minim, apalagi angkutan umum di daerah nyaris mati suri. Kendaraan pribadi menjadi andalan, bukan hanya untuk arus mudik dari Jakarta ke daerah tujuan, tapi juga untuk mobilitas di kampung halaman. Jadi perpanjangan cuti ini didedikasikan sebagai bentuk rekayasa lalu lintas yang menjadi domain Korlantas Polri dan Kementerian Perhubungan. Pada titik inilah perpanjangan libur Lebaran menjadi hal yang rasional.

Advertising
Advertising

Namun sungguh sangat kontraproduktif jika pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, peruntukannya hanya untuk memfasilitasi mudik Lebaran. Infrastruktur jalan, apalagi jalan tol, peruntukannya haruslah berjangka panjang, yakni untuk mempercepat arus barang dan mendorong pertumbuhan sektor riil. Tapi, secara kasatmata, hal ini sulit terwujud. Jalan tol justru menjadi kendala. Pasalnya, tarif jalan tol dianggap mahal oleh kalangan pelaku usaha dan pengguna kendaraan pribadi. Jalan tol malah meningkatkan logistic fee, bukan sebaliknya. Sebagai contoh, tarif jalan tol dari ruas Merak sampai Surabaya, jika diakumulasikan, bisa mencapai Rp 1 juta per kendaraan. Akibatnya, kalangan pelaku usaha akan malas menggunakan jalan tol karena biaya tinggi dan tetap memilih jalan arteri.

Pemerintah juga lupa bahwa perpanjangan cuti Lebaran, selain kontraproduktif terhadap ekonomi dan perbankan, akan mendorong sikap konsumtif masyarakat. Masyarakat akan "menghamburkan" tabungan yang dikumpulkan dalam setahun untuk beberapa hari saja. Dan, mereka menghabiskannya untuk pembelian barang/jasa yang sekali pakai, bukan barang untuk investasi jangka panjang. Selain itu, menurut data yang ada, Indonesia termasuk salah satu negara yang jumlah hari liburnya terbanyak di dunia.

Karena itu, desakan kalangan pelaku usaha dan perbankan agar perpanjangan libur Lebaran dibatalkan bisa diterima akal sehat. Namun hal ini tidak boleh dilakukan secara gegabah, mengingat sebagian masyarakat sudah kadung membeli tiket transportasi mudik Lebaran.

Polemik perpanjangan cuti Lebaran harus menjadi pelajaran berharga dalam proses pembuatan kebijakan publik. Semua pemangku kepentingan, apalagi pemangku kepentingan utama, harus diajak bicara dan dilibatkan secara intens. Janganlah perpanjangan libur ini dijadikan momen populis menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum. Bahkan seharusnya pemerintah mempunyai kalkulasi secara matang dan komprehensif, seberapa signifikan benefit ekonomi mudik Lebaran dibanding dampak sosial-ekonomi lain. Pemerintah pun harus mulai berpikir keras, haruskah mobilisasi masa dan libur panjang hanya dengan momen Lebaran? Tidak bisakah mulai direkayasa agar momen mudik pada saat Lebaran Haji? Mudik Lebaran hanyalah produk budaya, maka seharusnya pemerintah berani melakukan kebijakan yang transformatif dan fundamental, yakni rekayasa budaya. Bukan sekadar memperpanjang libur sebagai wujud rekayasa lalu lintas.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya