Bahaya Politik Adu Massa

Penulis

Senin, 7 Mei 2018 07:00 WIB

Susi Ferawati, korban intimidasi massa #2019GantiPresiden di acara Car Free Day (CFD) melaporkan peristiwa itu ke Komisi Nasional Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Mei 2018. Tempo/Fajar Pebrianto

Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang diisi dengan kontestasi dan persuasi gagasan, bukan dengan adu massa. Politik seharusnya menjadi duel pikiran dan pertarungan visi-visi politik. Ketika hari-hari ini, menjelang pemilihan presiden 2019, kita lihat begitu banyak orang dimobilisasi di segala kesempatan, terlebih dengan cara menghina-hina atau memaki-maki pihak lawan, itu adalah penyakit demokrasi.

Politik jenis ini pasti memanfaatkan segala bentuk momentum acara publik di jalanan, termasuk car-free day atau hari bebas kendaraan bermotor (HBKB). Maka insiden pada HBKB di Jalan Sudirman-Thamrin dua pekan lalu memang tak terelakkan. Acara yang seharusnya menjadi momen bagi warga kota untuk bisa bersantai menikmati hari bebas polusi udara malah jadi penuh polusi politik. Ejekan, sarkasme, pelecehan, dan penghasutan politik bertaburan.

Kedua kubu yang berseteru hari itu sama-sama bersalah. Mereka membagi-bagi jalan yang seharusnya bebas dilalui semua orang menjadi kaveling-kaveling berdasarkan jago politik mereka. Kelompok yang mengenakan kaus bertanda pagar (tagar) #2019GantiPresiden menggerombol di area sendiri, sementara mereka yang mengenakan kaus #DiaSibukKerja ada di sudut berbeda. Masalah muncul ketika satu kelompok-termasuk seorang ibu beserta anaknya-melintasi "wilayah" kubu seberang dan jadi bulan-bulanan serta bahan tertawaan.

Gesekan kubu #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja sebenarnya sudah bisa ditebak sejak awal. Bentrok dua kelompok ini sulit dihindari ketika mereka sama-sama memilih metode pengerahan dan mobilisasi massa dengan tagar-tagar populer yang jelas-jelas terlampau menyederhanakan masalah. Politikus yang mempromosikan tagar-tagar itu sama bersalahnya dalam mendorong pembodohan publik dan menciptakan atmosfer politik yang miskin gagasan.

Politik adu massa dan adu tagar ini mengkhawatirkan karena semata mengedepankan logika otot dan psikologi gerombolan. Etika dan nalar politik cenderung tak mendapat tempat. Kalau sudah begitu, bentrok dan konflik horizontal sebenarnya tinggal menunggu waktu.

Advertising
Advertising

Karena itu, aparat penegak hukum hendaknya tidak tinggal diam. Polisi tidak boleh takut terhadap aksi-aksi massa yang makin agresif dan cenderung mengarah ke intimidasi ini. Badan Pengawas Pemilu juga seyogianya turun tangan. Mereka bisa memulai dengan mengawasi penggunaan kaus-kaus politik di ruang publik. Dalam konteks HBKB lalu, Bawaslu seharusnya bisa mengingatkan semua pihak agar menghormati Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Regulasi itu terang-terang menyebutkan kawasan HBKB tak bisa diisi dengan kegiatan politik.

Kita tak boleh mengulangi kesalahan pada era politik massa 1960-an. Ketika itu, bangsa kita terpecah-belah dan gampang saling hasut. Energi warga dihabiskan untuk perang slogan dan ceramah berbau demagogi. Spanduk berisi caci-maki bertebaran di setiap demonstrasi dan ceramah yang rasial adalah pemandangan sehari-hari. Biarkanlah memori soal zaman gelap itu menjadi nostalgia yang buruk saja.

Saat ini, kita menginginkan demokrasi yang bertolak dari nalar yang dewasa. Kita merindukan debat para pemimpin politik yang disajikan dengan seni argumentasi yang logis dan menggunakan data akurat. Retorika politik seharusnya tidak diukur dengan tekanan pengerahan massa di jalanan, tapi dengan kualitas mutu perdebatan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya